Hidayatullah.com—Fidel Castro, pemimpin revolusi Kuba dan pendiri negara komunis yang berhadap-hadapan langsung dengan wilayah Amerika Serikat, telah meninggal dunia dalam usia 90 tahun.
“Pada pukul 10.29 malam, komandan kepala revolusi Kuba, Fidel Castro Ruiz, wafat,” kata Presiden Kuba Raul Castro, yang merupakan adik dari mendiang, seperti dilaporkan Reuters Sabtu dini hari (26/11/2016).
Presiden Raul Castro tidak menyebutkan apa penyebab kematian tokoh besar Kuba itu, tetapi mengatakan bahwa jasadnya akan dikremasi seperti wasiatnya pada hari Sabtu ini, lapor BBC.
Fidel Castro dilahirkan di Provinsi Oriente bagian tenggara Kuba pada tahun 1926. Sebagai seorang pengacara berpendidikan Yesuit, dia memimpin revolusi yang menggulingkan diktator dukungan Amerika Serikat, Fulgencia Batista, pada 1 Januari 1959. Castro, yang kala itu baru berusia 32 tahun, dengan cepat mengambil alih kepemimpinan Kuba dan mengubahnya sebagai negara dengan masyarakat egalitarian.
Pemerintahan Fidel Castro berhasil memperbaiki kondisi kehidupan orang-orang yang sangat miskin, mencetak prestasi di bidang kesehatan publik, serta menaikkan tingkat melek huruf rakyatnya setara dengan negara-negara kaya. Tidak hanya itu, dia juga berhasil menggerus kekuasaan para mafia yang memiliki pengaruh besar di masyarakat.
Pihak-pihak yang tidak senang terhadap Fidel Castro menggambarkan sosoknya sebagai seorang diktator yang memerintah dengan kekerasan, sehingga ribuan rakyatnya bermigrasi ke luar negeri.
Banyak dari orang Kuba yang bermigrasi itu menetap di Florida dan berhasil mempengaruhi kebijakan Amerika Serikat agar negara tersebut membantu mereka mendongkel rezim Castro. Sebagian migran itu bahkan dilatih tempur oleh Amerika Serikat di rawa-rawa Florida untuk kemudian dikirim dalam invasi AS di Teluk Babi tahun 1961.
Namun, Amerika Serikat dan migran anti-Castro itu tidak mampu menggulingkan kekuasaan pemimpin Kuba itu, yang merupakan teman seperjuangan Che Guevara di masa perang revolusi.
Castro pernah mengklaim dirinya lolos dari ratusan percobaan pembunuhan, termasuk yang direncanakan oleh intelijen Amerika Serikat CIA.
Castro membuat Amerika Serikat keringat dingin dengan menerima pengerahan senjata nuklir Uni Soviet ke wilayah Kuba pada tahun 1962. Ketegangan nuklir di kawasan itu mereda setelah pemimpin Soviet Nikita Khrushchev dan Presiden AS John F. Kennedy membuat kesepakatan, yang menyebutkan Soviet akan menarik misilnya nuklirnya dengan jaminan Amerika Serikat tidak akan pernah menginvasi Kuba. Amerika Serikat juga secara rahasia setuju memindahkan rudal nuklirnya dari Turki (Beberapa tahun belakangan ini muncul laporan bahwa Amerika Serikat sekarang menempatkan sekitar 50 hulu ledak nuklirnya di pangkalan udara Incirlik, selatan Turki).
Tahun 1976, secara resmi parlemen nasional Kuba memilihnya Fidel Castro sebagai presiden, dan di tahun 2006 menyerahkan kekuasaan ke adiknya dengan alasan gangguan kesehatan, lalu dua tahun kemudian melepaskan jabatan presiden.
Selama berkuasa, Castro memperluas pengaruhnya dengan mengirim pasukan Kuba ke peperangan di seberang samudera, termasuk 350.000 tentara ke Afrika. Pasukan Kuba itu memberikan dukungan sangat penting kepada pemerintahan sayap kiri di Angola dan berkontribusi pada kemerdekaan Namibia, serta peperangan yang membantu mengakhiri apartheid di Afrika Selatan.
Pemerintahan Castro juga berhasil mendapatkan negara sahabat dengan mengirimkan puluhan ribu dokter Kuba ke luar negeri untuk mengobati orang-orang miskin dan membantu pemuda di banyak negara berkembang dalam pelatihan kedokteran.*