Hidayatullah.com—Investigasi yang masih berlangsung perihal keterkaitan kampanye pilpres Donald Trump dengan Rusia sekarang mulai bergulir ke orang-orang di kalangan keluarganya sendiri.
Komite Intelijen Senat AS ingin menanyai menantu Donald Trump yang juga menjadi penasihat kepresidennya, Jared Kushner, tentang kontaknya dengan pejabat-pejabat Rusia, lapor media-media di Amerika Serikat seperti dilansir Euronews Senin (27/3/2017).
Gedung Putih diberitahu awal bulan ini bahwa komite itu bermaksud menanyai Kushner perihal pertemuan-pertemuannya dengan Dubes Rusia Sergey Kislyak.
Pertemuan-pertemuan itu, yang terjadi pada masa transisi pemerintahan AS dari Obama ke Trump, termasuk pertemuan dengan pimpinan bank pembangunan milik pemerintah Rusia yang sebelumnya tidak dilaporkan, tulis New York Times.
Sampai saat ini, Gedung Putih mengakui hanya ada satu kali pertemuan antara Kislyak dan Kushner, yang dilakukan di New York awal Desember 2016 yang juga dihadiri oleh Michael Flynn. Flynn menjabat penasihat keamanan nasional untuk Trump di pekan-pekan awal jabatannya sebagai Presiden AS. Kendati, setelah pertemuan itu, Kushner bertemu dengan Sergey Gorkov pimpinan Vnesheconombank, yang dijatuhi sanksi oleh Washington menyusul invasi Rusia atas wilayah Ukraina di Krimea.
Pekan lalu, Direktur FBI James Comey mengakui untuk pertama kalinya ke publik bahwa pihaknya melakukan penyelidikan aktif terhadap kemungkinan keterkaitan antara kampanye pilpres Trump dengan Rusia.
Selama kampanye pilpres Trump dan masa transisi pemerintahan sebelum mertuanya resmi menduduki kursi kepresidenan, Kushner berperan sebagai kepala tim yang bertugas melakukan kontak dengan pemerintah dan pihak-pihak asing, kata seorang jubir Gedung Putih.
Kushner bersedia memenuhi panggilan Komite Intelijen Senat sebab dia “ingin transparan,” kata jubir itu.
Tidak jelas kapan Kushner akan menghadap komite itu. Namun, menurut jadwal komite akan memulai sesi membahas masalah itu pada hari Kamis mendatang.
Jared Kushner menikah dengan putri Trump, Ivanka. Dia ditempatkan sebagai salah satu penasihat dan orang paling terpercaya di lingkaran dalam Presiden Trump.
Pria berusia 36 tahun itu sebelum masuk dalam tim inti kepresidenan Trump adalah pengusaha properti dan eksekutif media. Konon, laki-laki yang dilahirkan dari keluarga Yahudi dan setia dengan Yudaisme-nya itu memiliki pengaruh besar dalam kebijakan luar dan dalam negeri pemerintahan Trump, serta turut memutuskan siapa orang yang bakal dimasukkan dalam pemerintahan mertuanya.
Tidak hanya itu, dia merangkap sebagai diplomat bayangan, menjadi ketua penasihat Trump dalam hubungannya dengan China, Meksiko, Kanada dan Timur Tengah.
Dinas-dinas intelijen Amerika Serikat meyakini Rusia terlibat dalam peretasan dan gangguan internet di AS selama masa kampanye pilpres 2016 berlangsung. Menurut intelijen AS, banyak hacker dikerahkan atas perintah Kremlin guna mewujudkan kemenangan Trump atas Hillary Clinton, rivalnya dari Partai Demokrat yang galak terhadap Moskow.*