Hidayatullah.com– Seruan Presiden Joko Widodo untuk memisahkan agama dan politik ditanggapi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma’ruf Amin. Tidak bisa digeneralisir seperti itu, kata Kiai Ma’ruf.
Sebab, jelas Rais ‘Aam PBNU ini, ada pemahaman keagamaan yang sangat berkaitan dengan politik.
“Islam dan Pancasila itu, kan, hubungan agama dan negara yang saling menopang,” ujarnya kepada hidayatullah.com Jakarta, Selasa (28/03/2017) melalui sambungan telepon.
Kiai Ma’ruf menegaskan, agama Islam tidak mungkin dipisahkan dengan politik.
Hal-hal seperti kebangsaan, kenegaraan, kemajemukan, dan toleransi, kata Kiai Ma’ruf, harus ada landasan keagamaannya. “Supaya bisa diterima oleh orang Islam,” ungkapnya.
Dasar-dasar keagamaan dinilainya juga dapat mendukung stabilitas politik. Ia setuju bila agama dan politik dikatakan saling mendukung. “Ya,” ucapnya.
Baru-baru ini, Presiden Jokowi meminta persoalan politik dan agama dipisahkan agar menurutnya tidak terjadi gesekan antar umat.
“Memang gesekan kecil-kecil kita ini karena Pilkada. Benar enggak. Karena pilgub, pilihan bupati, pilihan wali kota, inilah yang harus kita hindarkan,” ujar Jokowi saat meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Jumat (24/03/2017) dikutip Antara.
Untuk itu, Jokowi meminta tidak mencampuradukkan antara politik dan agama. “Dipisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik,” ujarnya.
Baca: Ketua Matakin: Penggunaan Agama dalam Politik tidak Masalah
Sementara, diberitakan hidayatullah.com sebelumnya, Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu (Matakin), Uung Sendana, menilai, kampanye dengan ajaran agama tidak masalah. Selama itu bersifat positif dan bukan dalam upaya provokasi.
“Saya rasa kalau agama digunakan dalam arti positif tidak masalah, karena sebagai warga religius itu tidak bisa dipisahkan,” ujarnya dalam konferensi pers tokoh lintas agama di kantor Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC), Jakarta, Senin (17/10/2016).* Andi