Hidayatullah.com—Pihak kejaksaan tata usaha negara di Mesir mengajukan 35 pegawai pemerintah ke pengadilan karena terang-terangan mengabaikan kasus pelanggaran seksual di kalangan anak-anak di sebuah panti asuhan di Kairo.
Para terdakwa, termasuk beberapa pejabat dari Kementerian Solidaritas Sosial dan pemerintah setempat, menghadapi dakwaan “pengabaian tugas secara terang-terangan” karena gagal mengambil tindakan setelah ada bukti-bukti yang menunjukkan anak asuh yang lebih tua melakukan pelanggaran seksual terhadap anak asuh yang lebih muda di sebuah panti asuhan di daerah Ain Shams, bagian timur ibukota Kairo. Demikian dilansir kantor berita MENA hari Selasa (8/8/2017) mengutip pernyataan jaksa TUN Mohamed Samir.
Pemeriksaan medis menunjukkan bahwa 35 dari 80 anak yang berada di Panti Asuhan Fatima Al-Zahraa mengalami kekerasan seksual berulang, imbuh pernyataan itu.
Kejaksaan TUN memerintahkan dilakukannya penyelidikan atas kasus tersebut pada bulan Februari lalu, setelah seorang pekerja sosial muncul di layar televisi dalam acara bincang-bincang Ashera Masaan menceritakan perihal dugaan pelanggaran seksual yang terjadi di panti asuhan tersebut.
Kejaksaan TUN mengatakan hasil investigasi menunjukkan bahwa seorang pengawas di panti tersebut memasukkan laporan, setelah dia melihat tanda-tanda adanya pelanggaran seksual atas seorang anak ketika dimandikan.
Dalam satu kesempatan konsultasi dengan pekerja sosial itu, yang kemudian tampil di Ashera Masaan, bocah laki-laki yang menjadi korban mengungkap bahwa dirinya dicabuli oleh temannya yang berusia lebih tua.
Pekerja sosial itu, seorang perempuan, mengatakan pihak manajemen mengabaikannya ketika dia melaporkan insiden itu. Manajemen mengatakan kepadanya bahwa kejadian seperti itu lumrah di kalangan anak berjenis kelamin sama yang dikumpulkan dalam jumlah banyak dalam satu tempat.
Pekerja sosial itu mengatakan dirinya kemudian dicopot dari posisinya di panti asuhan yatim-piatu tersebut.
Dia mengatakan bahwa pihak pengelola panti juga mengabaikan sejumlah laporan kasus sejenis yang terjadi sejak 2012.
Selain kasus seksual tersebut, kejaksaan mengatakan bahwa petugas investigasi menemukan di panti itu sejumlah pelanggaran lain, termasuk kurangnya keamanan, tidak memadainya staf yang berpendidikan, serta minimnya pelayanan kesehatan.*