Hidayatullah.com-Ribuan warga Libanon kembali turun ke jalan memprotes pemerintah dan elit penguasa terkait gejolak politik dan ekonomi yang mengguncang negara itu.
Demonstrasi itu telah menyebar ke seluruh penjuru negara Mediterania itu sejak 17 Oktober, menyebabkan pengunduran diri Perdana Menteri Saad Hariri.
Demonstran menuntut perombakan total dari kelas politik dan mendesak dibentuknya pemerintahan teknokrat baru yang tidak berafiliasi dengan partai tradisional.
Para pengunjuk rasa mengecam segala hal mulai dari pengangguran hingga pemutusan aliran listrik dan mengatakan mereka muak dengan keluarga yang sama yang mendominasi institusi pemerintah sejak akhir perang saudara 1975-1990.
Belum ada tanggal yang ditetapkan untuk konsultasi parlementer yang diperlukan untuk membuka jalan bagi susunan kabinet baru dan negara tersebut dilumpuhkan oleh penutupan sekolah dan bank-bank.
Pada hari Ahad, ribuan warga Libanon membanjiri alun-alun utama di Beirut, Tripoli di utara dan kota pelabuhan selatan Sidon serta bagian lain negara itu.
Mereka mendedikasikan aksi mereka untuk “para martir” revolusi “- dua laki-laki yang kehilangan nyawa dalam protes.
“Hidup telah pahit selama bertahun-tahun dan hari ini orang-orang berada di jalan untuk mencapai tuntutan mereka,” kata pengunjuk rasa Kassem Kassem di Beirut.
Di Tripoli, Khaled Sabbagh, seorang pendemo, mengatakan mereka yang berkuasa telah berupaya, “namun gagal untuk menghindari tuntutan pemberontakan rakyat”.
“Kita harus mencegah upaya apapun yang bertujuan untuk memecah belah kita dan kita harus mendorong tuntutan kita dan tidak menyerah, tidak peduli berapa besar tekanan yang ada sampai rakyat menjadi pemenang,” katanya, sembari memperingatkan adanya “tantangan baru”.
Dibutuhkannya tokoh-tokoh independen
Beberapa jam sebelumnya, seorang kandidat independen Melhem Khalaf terpilih sebagai ketua Asosiasi Pengacara, mengalahkan rivalnya yang didukung partai politik, yang oleh warga Libanon disebut sebagai sebuah kemenangan bagi gerakan rakyat.
“Seribu ucapan selamat bagi para revolusioner,” sutradara Lucien Bourjeily mengatakan dalam tweetnya.
Para pengacara yang membantu memenangkan Khalaf bersorak gembira, meneriakkan “Revolusi! Revolusi!”
Khalaf mengatakan dia berharap terpilihnya dia dapat membuka jalan bagi para kandidat independen untuk dipilih dalam pekerjaan pemerintahan.
“Asosiasi Pengacara akan menjadi benteng kebebasan publik dan hak asasi manusia dan penjamin penegakan negara yang adil,” katanya.
Demonstrasi pada Ahad itu juga didukung oleh berita-berita terkait seorang mantan Menteri keuangan yang diperkirakan akan membentuk pemerintahan baru, telah mundur.
Pebisnis kaya berusia 75 tahun, Mohammad Safadi, Sabtu malam mengatakan akan sulit untuk membentuk pemerintahan yang “harmonis” dalam iklim saat ini.
Safadi – yang oleh para pengunjuk rasa dianggap sebagai lambang dari institusi yang korup dan tidak kompeten – mengatakan ia berharap Hariri, yang pemerintahannya masih dalam kapasitas sementara, akan dipulihkan.
Demonstrasi sebagian besar terjadi dengan damai, namun dua orang telah terbunuh sejak dimulainya demonstrasi.
Alaa Abu Fakhr, seorang ayah dari tiga orang anak berumur 38 tahun, meninggal pada Selasa setelah seorang petugas tantara menembak para pendemo yang memblokade jalanan di kota Khalde, Beirut selatan.
Korban meninggal lainnya, Hussein al-Attar, terbunuh pada demonstrasi awal ketika para pendemo menutup jalan menuju bandara.
Tantangan Ekonomi
Pada hari Ahad, panglima militer Jenderal Joseph Aoun, dalam sambutan pertamanya sejak protes dimulai, mengutuk pemblokiran jalan yang “tidak berizin”.
Demonstrasi meletus secara spontan pada 17 Oktober setelah pemerintah mengumumkan rencana untuk mengenakan pajak panggilan melalui aplikasi telepon seluler gratis seperti WhatsApp.
Mereka didorong sebagian oleh kekhawatiran devaluasi mata uang dan kekurangan dolar setelah bank membatasi akses ke greenback, menyebabkan nilai tukar tidak resmi melonjak.
Pada hari Jumat, S&P Global Ratings menurunkan peringkat utang pemerintah Libanon, mengatakan krisis politik dan ekonomi kembar telah memukul kepercayaan investor dan membatasi model pendanaan pemerintah, yang bergantung pada aliran masuk deposito.
Lembaga pemeringkat Moody menurunkan peringkat utang negara Libanon awal bulan ini.
Bahkan sebelum protes dimulai, pertumbuhan ekonomi di Libanon anjlok setelah kebuntuan politik yang berulang dalam beberapa tahun terakhir, diperparah oleh perang di negara tetangga Suriah.
Utang publik mencapai lebih dari $ 86 miliar, atau lebih tinggi dari 150 persen dari PDB, menurut kementerian keuangan.
Bank Dunia mengatakan sekitar sepertiga warga Libanon hidup dalam kemiskinan dan telah memperingatkan bahwa ekonomi yang sedang berjuang dapat semakin memburuk jika sebuah kabinet baru tidak terbentuk dengan cepat – sebuah tantangan berat, di sebuah negara di mana pemerintah harus mempertahankan keseimbangan pengakuan yang peka.*/Nashirul Haq AR