Hidayatullah.com–Stasiun televisi Sky berhenti menayangkan Fox News di Inggris, menyusul rendahnya jumlah pemirsa acara tersebut.
Dilansir BBC Selasa (29/8/2017), 21st Century Fox, yang dimiliki Rupert Murdoch, mengatakan bahwa penayangan Fox News di Inggris dihentikan karena dipandang tidak menguntungkan secara komersial.
Keputusan tersebut tidak berkaitan dengan rencana Fox untuk membeli Sky, kata sebuah sumber kepada BBC.
Menteri Kebudayan Karen Bradley sebelumnya pernah mengatakan bahwa dia kemungkinan akan merujuk keinginan Fox untuk menguasai Sky itu ke regulator kompetisi usaha.
“[Fox] memutuskan berhenti menyediakan siaran Fox News Channel di Inggris,” kata seorang jubir perusahaan.
“Fox News fokus pada pasar AS dan dirancang untuk pemirsa AS dan, oleh karena itu, sehari rata-rata pemirsa di Inggris tidak banyak. Kami menyimpulkan bahwa melanjutkan penayangan Fox News di Inggris tidak memberikan keuntungan secara komesial kepada kami,” imbuhnya.
Sky berhenti menayangkan acara jaringan televisi asal Amerika Serikat itu di Inggris dari pukul 4 sore hari Selasa (29/8/2017).
Pada bulan Mei, seorang wanita yang mengklaim dirinya mengalami pelecehan seksual di Fox News meminta kepada regulator media Inggris agar menghalangi upaya 21st Century Fox membeli Sky.
Sumber perusahaan mengatakan bahwa pengaduan masalah itu tidak ada hubungannya dengan rencana pembelian Sky dan bukan alasan menurunnya jumlah pemirsa Fox News.
Sumber itu mengatakan bahwa Fox News di Inggris rata-rata sehari mendapatkan 2.000 pemirsa. Artinya, biaya yang dikeluarkan 21st Century Fox untuk menayangkan Fox News di Inggris tidak sepadan dengan keuntungan komersial.
Akan tetapi, Broadcaster’s Audience Research Board (Barb) mengatakan rata-rata penonton Fox News sehari hampir 60.000 tahun ini.
Bulan Desember 2016, 21st Century Fox menawarkan 11,7 miliar pound untuk membeli 61% saham Sky yang belum dimilikinya.
Para pengkritik mengatakan bahwa merger itu, yang akan memberikan 21st Century Fox akses ke 22 juta pemirsa Sky di Eropa, akan menjadikan Rupert Murdoch terlalu banyak memegang kekuasaan untuk mengontrol media Inggris tersebut.*