Hidayatullah.com—Hakim di kota Lahore memvonis penjara dan denda seorang pria yang menikahi istri kedua tanpa persetujuan istri pertama. Kelompok feminis bergembira menyambut keputusan tersebut.
Dilansir Deutsche Welle dari media setempat hari Kamis (2/11/2017), hakim menghukum Shahzad Saqib dengan hukuman penjara 6 bulan dan denda 200.000 rupe Pakistan atau sekitar 25,6 juta rupiah karena menikahi istri kedua.
Istri pertamanya, Ayesha Bibi, di pengadilan sukses berargumentasi bahwa suaminya itu telah melanggar undang-undang keluarga Pakistan tahun 2015, dengan melakukan pernikahan lain tanpa izin darinya.
Pengadilan menolak alasan yang dikemukakan Saqib, yang menyebutkan bahwa dirinya tidak perlu meminta izin sebab Islam memperbolehkan seorang laki-laki memiliki 4 istri.
Pihak suami masih berhak mengajukan banding.
Para aktivis perempuan menyambut gembira keputusan tersebut, yang disebutnya sebagai tanda untuk pertama kalinya pengadilan berada dalam satu kubu dengan kaum wanita dalam kasus poligami.
Fauzi Viqar, ketua Punjab Commission on the Status of Women, sebuah lembaga yang mempromosikan hak wanita, mengatakan keputusan itu merupakan sebuah preseden penting.
“Itu akan membuat orang gentar berpoligami dan mendorong para wanita untuk membawa kasusnya ke pengadilan. Keputusan itu akan menciptakan kesadaran di kalangan masyarakat secara umum, dan perempuan pada khususnya. [Apabila] wanita yang tersakiti (dipoligami, red) menggunakan undang-undang ini maka hal itu akan memberdayakan mereka,” kata Viqar.
Sebelum keputusan itu dibuat, Dewan Ideologi Islam di negara itu berulang kali mengkritik hak istri pertama untuk menyatakan ya/tidak atas keinginan suaminya menikah kembali. Panel tersebut menyarankan kepada pemerintah agar undang-undang yang ada dibuat sesuai dengan aturan dalam Islam. Akan tetapi, rekomendasi itu tidak mengikat secara hukum.
Tidak ada data statistik tentang poligami di Pakistan. Menurut Institute of Policy Studies, sebuah lembaga riset nirlaba berbasis di Islamabad, poligami di Pakistan tidak meluas. Namun, poligami kebanyakan dilakukan di daerah pedesaan di kalangan keluarga yang tidak memiliki keturunan laki-laki atau dalam kasus pria jatuh cinta lagi dengan seorang wanita lain.*