Hidayatullah.com–Museum Peringatan Holocaust Amerika Serikat mengatakan pada Rabu telah mengumumkan pencabutan penghargaan hak asasi manusia (HAM) bergengsinya yang diberikan pada pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, menuduhnya tidak berbuat banyak untuk menghentikan pembersihan etnis Muslim Rohingya, lapor Daily Sabah.
Suu Kyi, yang menerima penghargaan Nobel Perdamaian pada 1991 untuk kampanye panjangnya melawan kediktatoran militer Myanmar, mendapat Penghargaan Elie Wiesel dari Museum Holocaust enam tahun lalu “untuk kepemimpinannya yang berani dan pengorbanan pribadinya yang besar dalam melawan tirani dan memajukan kebebasan dan martabat rakyat Burma,” tulis Daily Sabah, Kamis 9 Maret 2018.
Tetapi Museum mengatakan membatalkan penghargaan itu karena kelambatan Suu Kyi dalam “menutup bukti-bukti genosida” yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap penduduk sipil dari minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine.
“Ketika serangan-serangan militer terhadap Rohingya terbongkar pada 2016 dan 2017, kami telah berharap anda –- sebagai seseorang yang kami dan banyak orang lainnya puji atas komitmen anda terhadap martabat dan hak asasi manusia universal – akan melakukan sesuatu untuk mengecam dan menghentikan tindakan brutal militer dan mengekspresiken solidaritas dengan populasi Rohingya,” museum mengatakan dalam sebuah surat untuk Suu Kyi.
Namun sebaliknya, partai politiknya, Liga Nasional untuk Demokrasi, telah menolak bekerja sama dengan penyelidik PBB dan menambahkan retorika anti-Rohingya.
Baca: Aung San Suu Kyi Dinobatkan Penerima Penghargaan Islamofobia
Partai itu juga menghalangi para jurnalis yang berupaya melaporkan pembunuhan massal dan pengusiran etnis Rohingya ke Bangladesh.
“Orkestrasi kejahatan militer terhadap Rohingya dan beratnya kekejaman pada bulan-bulan ini menuntut Anda menggunakan wewenang moral anda untuk mengatasi situasi ini,” kata mereka.
Pada November sebuah laporan gabungan Museum dan organisasi HAM Fortify Rights berbasis di Asia Tenggara – berdasarkan kesaksian yang mereka kumpulkan di lapangan – mencatat “serangan sistematik dan menyebar luas” terhadap penduduk sipil Rohingya.
Penghargaan itu dinamai Elie Wiesel, seorang korban hidup genosida Nazi terhadap Yahudi yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya mengkampanyekan hak asasi manusia, dia mendapat Penghargaan Nobel Perdamaian pada 1986.
Suu Kyi, simbol demokrasi negara itu selama berdekade, telah mendapat banyak kritik karena penolakannya membela Rohingya.
Sekitar 700.000 Rohingya telah mengungsi ke perbatasan dengan Bangladesh sejak Agustus, dengan kesaksian mengerikan terkait terjadinya pembunuhnya, pemerkosaan dan pembakaran oleh tentara dan ekstrimis Buddha.
Pada Januari diplomat AS Bill Richardson mengundurkan diri dari panel yang ditunjuk oleh Suu Kyi untuk mengurangi ketegangan dengan Rohingya, menuduhnya “tidak memiliki kepemimpinan moral.”
Baca: Status Kehormatan Freedom of Oxford Aung San Suu Kyi Dilucuti
Berbagai organisasi telah menarik penghargaan mereka yang pernah disematkan pada ikon hak asasi manusia itu, tetapi Myanmar jarang menanggapi langkah itu.
Dalam sebuah pernyataan yang diposting juru bicara pemerintah pada Rabu, kedutaan Myanmar di Washington mengatakan mereka menyesalkan pihak Museum yang telah “disesatkan dan dieksploitasi oleh orang-orang yang gagal melihat situasi sebenarnya” di Rakhine.
Juru bicara itu melanjutkan bahwa keputusan tersebut tidak akan berdampak terhadap dukungan lokal pada Suu Kyi tetapi hal itu “akan melipatgandakan upayanya dalam menemukan solusi awet” atas krisis Myanmar.
Di Jenewa pada Rabu, kepala HAM PBB Zeid Ra’ad Al Hussein meminta dibentuknya badan baru yang bertugas menyiapkan dakwaan pidana atas kekejaman Myanmar.*/Nashirul Haq AR