Hidayatullah.com—Presiden Rodrigo Duterte telah menandatangani kebijakan kebebasan informasi yang memungkinkan publik mendapatkan akses penuh terhadap dokumen-dokumen pemerintah untuk pertama kalinya di Filipina.
Kebijakan yang diambil dalam rangka transparansi publik lembaga-lembaga pemerintahan itu diteken Presiden Duterte pada hari Sabtu (23/7/2016), atau hanya 25 hari setelah dia menduduki kursi kepemimpinan di Filipina, kata juru bicaranya Martin Andanar seperti dilansir AFP.
Selama bertahun-tahun media dan kelompok-kelompok pemantau menuntut reformasi dalam bidang kebebasan informasi di Filipina, guna melawan korupsi yang merajalela di negara tersebut.
“Ini adalah tindakan yang sangat diapresiasi oleh, yang kami yakin, tidak hanya media tetapi juga setiap orang yang percaya pada transparansi dan akuntabilitas … dan demokrasi,” kata National Union of Journalists of the Philippines dalam pernyataannya.
Usulan kebebasan informasi lembaga-lembaga pemerintah di Filipina –termasuk kongres dan pengadilan– pembahasannya ditelantarkan selama bertahun-tahun di parlemen.
Menurut Andanar, kebijakan itu ditandatangani Duterte tanpa bermaksud menekan anggota legislatif untuk segera meloloskan undang-undang kebebasan informasi.
Perintah presiden tersebut mengharuskan lembaga-lembaga pemerintah, kecuali lembaga legislatif dan kehakiman, untuk membuka semua dokumen publik, rapat-rapat, riset, serta informasi apapun yang diminta masyarakat, kecuali untuk hal-hal yang berkaitan dengan keamanan nasional.
Meskipun mendorong transparansi dalam pemerintahannya, Andanar mengakui bahwa Duterte berhenti memberikan wawancara bagi media, setelah bentrokan dengan wartawan bulan lalu terkait pernyataannya yang membenarkan pembunuhan atas wartawan korup.
Andanar menegaskan adalah hak prerogatif presiden untuk bersedia atau tidak diwawancarai oleh awak media.
Duterte menjanjikan pemberantasan korupsi dan perang melawan kriminalitas dalam pemerintahan yang dipimpinnya.*