Hidayatullah.com—Dalam rangka meredam peredaran berita palsu alias fake news yang semakin merajalela, pemerintah Malaysia mengusulkan agar pelakunya diganjar hukuman penjara.
Dalam usulannya, Anti-Fake News Bill 2018, pemerintah ingin pelaku penyebaran berita palsu dihukum kurungan hingga 10 tahun atau denda sampai RM500.000 (sekitar Rp1,7 miliar) atau keduanya, lapor BBC.
Dilansir The Star, RUU mulai dibahas di parlemen Malaysia, Dewan Rakyat, hari Senin (26/3/2018).
RUU itu mendefinisikan berita palsu sebagai “kabar (berita), informasi, data dan laporan yang keseluruhan atau sebagiannya palsu.” Pelakunya adalah siapa saja orang “yang dengan cara apa saja, secara sadar membuat, menawarkan, mempublikasikan, mencetak, mendistribusikan, mengedarkan atau menyebarkan berita palsu apapun atau publikasi yang berisi kabar palsu.”
Laman blog, forum publik online, dan media sosial juga tercakup dalam RUU itu.
RUU tersebut dapat mengenai siapa saja di dalam maupun di luar Malaysia, sepanjang berita palsu yang dipublikasikan menyangkut tentang negara itu atau orang-orang di dalam negara itu. Dengan demikian artinya, orang asing secara teknis dapat dikenai hukuman secara in absentia.
Sebagian kalangan menilai RUU ini sebagai upaya membungkam oposisi pemerintah, terlebih dibahas di parlemen menjelang pelaksanaan pemilu yang akan digelar pada bulan Agustus atau bahkan beberapa pekan mendatang.
“RUU itu seratus persen untuk membungkam disiden … hukumannya sangat berat dan terlebih lagi definisi fake news dibuat longgar,” kata Eric Paulsen, salah satu pendiri kelompok peduli HAM di Malaysia, Lawyers for Liberty, kepada BBC.*