Hidayatullah.com—Dua warga Inggris yang dituding menjadi anggota ISIS alias Daesh mengeluhkan tidak akan mendapatkan persidangan yang adil, karena pemerintah Inggris sudah mencabut status kewarganegaraan mereka.
Alexanda Kotey dan El Shafee Elsheikh, asal London bagian barat, ditangkap di Suriah pada bulan Januari oleh pasukan Kurdi.
Mereka adalah dua anggota terakhir 4 sekawan ISIS yang dijuluki ‘the Beatles’ –karena logat Inggris mereka– yang ditangkap.
Dilansir BBC Sabtu (31/3/2018), dalam wawancara dengan Associated Press di Suriah bagian utara, Elsheikh mengatakan pencabutan “ilegal” status kewarganegaraannya oleh Inggris membuat mereka berisiko “disiksa dan mengalami rendisi.”
“Dibawa ke negeri asing yang tidak jelas dan diperlakukan macam-macam dan tak ada seorang pun yang mengetahui kondisimu,” kata Elsheikh meratapi kemungkinan buruk nasibnya.
“Jika dua orang yang tidak memiliki kewarganegaraan ini berada di tangan anda … jika kami suatu hari menghlang, kemana ibuku akan pergi dan berkata di mana anak saya?” imbuhnya.
Dia mengatakan dirinya tak akan mendapatkan persidangan yang adil sementara di media dijuluki ‘the Beatle’.
Kotey kepada Associated Press mengatakan bahwa dirinya melihat “tidak ada keuntungan apapun” dari pembunuhan-pembunuhan itu.
“Itu adalah suatu hal yang disesali,” ujarnya.
Dia juga mengatakan banyak orang di ISIS yang menentang pembunuhan tersebut “dengan alasan kemungkinan mereka lebih menguntungkan sebagai tawanan politik.”
Dua orang lain anggota “sel algojo” ISIS yang dijuluki ‘the Beatles’ adalah Mohammed Emwazi atau lebih beken dipanggil “Jihadi John” dan Aine Davis. Emwazi, yang diduga sebagai pimpinan sel itu, kerap muncul dalam video pemenggalan tawanan ISIS. Dia tewas terbunuh dalam serangan drone Amerika Serikat tahun 2015.
Sedangkan Davis divonis bersalah menjadi anggota senior ISIS dan dijebloskan ke penjara di Turki tahun lalu.
Bulan Februari, Mendagri Inggris Amber Rudd mengatakan dua orang yang tersisa dari ‘the Beatles’ ISIS itu harus menjalani persidangan. Dia mengatakan bahwa Amerika Serikat dan Inggris sedang berunding perihal apa yang akan dilakukan terhadap kedua pria tersebut.
Baik Kotey maupun Elsheikh dinyatakan sebagai teroris oleh Amerika Serikat, yang mengatakan bahwa keduanya menggunakan metode penyiksaan “luar biasa kejam.”
Menteri Pertahanan Inggris Tobias Ellwood mengatakan bahwa dia berkeyakinan keduanya harus diadili di mahkamah internasional.
Bethany Haines, putri dari David Haines –pekerja bantuan kemanusiaan asal Inggris yang dibunuh ISIS, mengatakan bahwa dia berharap mereka akan “mati secara perlahan-lahan dan menyakitkan.”*