Hidayatullah.com—Sebuah studi baru tentang media literasi di kalangan negara Eropa mendapati bahwa negara-negara Balkan paling rentan fake news alias kabar palsu, sementara Turki dan Makedonia merupakan negara paling rendah peringkat media literasinya.
Kajian yang dipublikasikan Open Society Institute of Sofia, yang diketuai investor George Soros, memeringkat 35 ketahanan negara menghadapi berita-berita palsu dilihat dari kualitas pendidikan rakyatnya, kebebasan media di negara bersangkutan, serta tingkat kepercayaan publik, lapor Euronews Sabtu (30/3/2018).
Menurut hasil studi itu, negara-negara Balkan diketahui paling rentan penyebaran berita palsu, yang digambarkan sebagai “rumor, hoax, dusta terang-terangan, dan disinformasi dari pemerintah-pemerintah negara asing atau entitas yang bermusuhan dengan mereka.”
Sementara itu, negara-negara di kawasan Skandinavia bersama Belanda, Swedia dan Estonia, disebut paling tahan banting dan memiliki bekal cukup untuk menghadapi berita-berita palsu. Apa-apa yang dibeberkan media tidak mudah mudah membentuk opini publik dan tidak ditelan begitu saja karena warganya memiliki emosi dan keyakinan pribadi yang kuat.
Turki dan Makedonia tingkat literasi medianya merupakan yang terendah dari total 35 negara yang disurvei. Literasi media dikedua negara itu rendah karena tingkat pendidikan masyarakatnya rendah, tingkat kepercayaan publik rendah dan kebebasan medianya juga rendah.
Nilai literasi membaca di Macedonia (352) berada di posisi buncit dari 35 negara, jauh di bawah nilai “sangat baik” 526 yang diperoleh Finlandia. Kepercayaan publiknya pun rendah, hanya 3,7 dari poin tertinggi 10.
Negara pecahan bekas Yugoslavia itu juga berada di peringkat kedua paling bawah untuk kebebasan media, berdasarkan survei yang dilakukan Freedom House dan Reporters without Borders. Penangkapan dan pemenjaraan para jurnalis, sikap bias badan regulator, serta pembuatan media-media pro-pemerintah menjadi alasan di balik performa buruk negara itu.
Namun demikian ada yang lebih parah dalam hal kebebasan media dibanding Makedonia, yaitu Turki dengan nilai nol. Sejak percobaan kudeta yang gagal tahun 2016, pemerintah Ankara semakin gencar memberedel media cetak maupun elektronik dan online yang dianggap berseberangan dengan pemerintahan pimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Menurut indeks Freedom of the Press teranyar, ratusan jurnalis dijebloskan ke penjara dan pihak regulator –yang propemerintah– kerap melakukan pembatasan terhadap media termasuk soal iklan di internet.
Finlandia berada di puncak dengan total nilai 76 dari 100 untuk media literasi. Tidak mengherankan, pasalnya negara ini memiliki sistem pendidikan publik yang kuat, dan merebaknya keterampilan berpikir kritis di kalangan warganya, yang merupakan kunci sukses dalam menangkal berita-berita palsu. Denmark berada di peringkat terbaik kedua, disusul kemudian oleh Belanda, Swedia dan Estonia, yang semuanya mendapatkan nilai tinggi untuk pendidikan, kepercayaan publik dan kebebasan media.
Responden dengan latar belakang pendidikan lebih tinggi, cenderung mengambil berita dari banyak sumber (radio, televisi, online dan lainnya). Mereka juga lebih memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam mengidentifikasi kualitas berita ketika mendapati kabar palsu.*