Hidayatullah.com—Tokoh pendiri yang juga bekas presiden Zimbabwe Robert Mugabe akhirnya dikuburkan di kampung halamannya di desa Kutama, hari Sabtu (28/9/2019), mengakhir perselisihan antara pihak keluarga dan presiden saat ini, Emmerson Mnangagwa, perihal lokasi pemakamannya.
Berkuasa selama 37 tahun sejak kemerdekaan Zimbabwe di tahun 1980, Mugabe dikabarkan wafat di sebuah rumah sakit di Singapura pada 6 September dalam usia 95 tahun.
Setelah misa yang dipimpin seorang pendeta Katolik Roma dan kata-kata sambutan dari sanak keluarganya, Mugabe dikuburkan di pekarangan di rumahnya di desa Kutama tanpa ada upacara besar yang biasa dilakukan untuk orang-orang yang bergelar pahalawan nasional.
Dalam sambutannya, kerabat-kerabat Mugabe mengatakan bahwa bekas presiden itu ingin dimakamkan di Kutama dan bukan di monumen National Heroes Acre di ibukota, lokasi yang diinginkan oleh pihak pemerintah pimpinan Mnangagwa dan partai bentukan Mugabe, ZANU-PF.
“Kami hanya ingin mengatakan terima kasih kepada Bapak Mnangagwa karena menerima permintaan ayah kami. Mungkin itu bukanlah yang anda harapkan karena anda ingin agar beliau dikubur di Heroes Acre (taman makam pahlawan), tetapi yang kami lakukan merupakan wasiat ayah kami,” kata Walter Chidhakwa, jubir keluarga Mugabe.
Sejak mayat Mugabe tiba dari Singapura pihak keluarga menjaga ketat jasasnya, karena sebelum kematiannya bekas presiden itu mengutarakan kekhawatirannya kepada keluarga dan kerabatnya bahwa sebagian orang-orang yang mendongkelnya dari kursi kepresidenan akan melakukan upacara ritual tradisional dengan menggunakan bagian-bagian tubuhnya. Demikian dikatan oleh keponakan laki-laki Mugabe, Leo Mugabe, seperti dilansir Reuters.
Jubir partai ZANU-PF Simon Khaya Moyo dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa keputusan keluarga untuk menguburkan jasad Mugabe di kampung halamannya sangat disayangkan, sebab Robert Mugabe seharusnya dikubur di taman makam pahlawan di ibukota, sebagaimana layaknya seorang pahlawan kemerdekaan.*