Hidayatullah.com–Pemimpin kelompok Syi’ah Iraq Moqtada Al Sadr memperingatkan bahwa kehadiran tentara Amerika Serikat di Iraq setelah 2011 akan dihadapi oleh pasukan milisi bersenjata.
Pernyataan itu disampaikan Al Sadr dalam suratnya yang dipublikasikan hari Sabtu (06/8), setelah Baghdad setuju untuk melakukan pembicaraan dengan Amerika terkait misi pasukan Paman Sam di negara itu setelah tahun 2011.
“Kami akan memperlakukan siapapun yang tetap tinggal di Iraq sebagai penjajah yang harus dihadapi dengan perlawanan militer,” kata Sadr yang sering bolak-balik antara Iran dan Najaf.
“Pemerintah yang mengizinkan mereka [pasukan asing] tinggal, walaupun untuk latihan, adalah sebuah pemerintahan yang lemah,” tegas Al Sadr.
Kelompok Moqtada Al Sadr bulan lalu mengeluarkan ketentuan yang mengharuskan Inggris, Amerika Serikat dan Israel dipandang sebagai musuh. Oleh karena itu mereka harus dihadapi dengan perlawanan militer.
Hari Rabu lalu pemerintah Iraq telah menyatakan setuju untuk memulai negosiasi misi pasukan militer Amerika Serikat untuk melatih tentara Iran. Namun, masalah jumlah, masa tugas dan kekebalan hukum personel pasukan AS belum ditentukan.
Hingga kini sekitar 47.000 personel militer AS masih berada di Iraq. Berdasarkan kesepakatan bilateral semua pasukan AS harus ditarik mundur dari Iraq paling lambat akhir tahun 2011.
Menurut para pejabat militer AS dan Iraq, pasukan keamanan negara 1001 malam itu sudah bisa menjaga keamanan dalam negeri. Tapi pertahanannya masih lemah di wilayah perbatasan, udara dan laut.
Kelompok Al Sadr punya 40 orang perwakilan di parlemen Iraq dan tujuh menteri dalam pemerintahan yang dipimpin Perdana Menteri Mouri Al Maliki.
Sebelum dibubarkan tahun 2008, Tentara Mahdi yang dipimpin Al Sadr beranggotakan 60.000 orang. Mereka sangat loyal kepada Moqtada Al Sadr.
Bulan Juli lalu, Al Sadr mengatakan tidak akan menghidupkan lagi Tentara Mahdi, karena dianggap sudah disusupi para kriminal.*