Hidayatullah.com–Denmark berencana mencabut status warga negara pemilik paspor ganda yang bergabung dengan kelompok militan di luar negeri.
Dalam pernyataan yang dirilis hari Senin (14/10/2019), pemerintah menyebut “risiko signifikan” dari orang-orang yang pergi bergabung dengan kelompok ISIS dan yang mungkin berusaha kembali ke Denmark.
Keputusan untuk mempercepat legislasinya datang setelah Turki melancarkan operasi militer di bagian utara Suriah, di mana pasukan Kurdi menahan beribu-ribu orang tersangka anggota ISIS alias IS alias Daesh dan keluarganya.
“Ada risiko kamp-kamp IS yang dikontrol Kurdi di daerah perbatasan akan jatuh, dan militan-militan asing berkewarganegaraan Denmark akan bergerak menuju Denmark,” kata Perdana Menteri Mette Frederiksen seperti dikutip Euronews.
“Orang-orang ini telah memalingkan diri dari Denmark dan bertempur dengan cara kekerasan melawan demokrasi dan kebebasan kita. Mereka membahayakan masyarakat kita. Mereka tidak diinginkan di Denmark.”
“Oleh karena itu pemerintah akan melakukan apapun yang bisa dilakukan untuk mencegah mereka kembali ke Denmark,” imbuhnya.
Pihak berwenang Denmark meyakini 158 orang asal Denmark bergabung dengan kelompok ISIS di Suriah dan Iraq sejak 2012, sekitar 27 masih berada di wilayah konflik. Dua belas dari mereka diyakini mendekam dalam tahanan.
Kedua puluh tujuh orang itu berkewarganegaraan Denmark, tetapi tidak jelas berapa orang yang memiliki kewarganegaraan ganda.
RUU itu, yang mendapat dukungan anggota-anggota parlemen dari berbagai partai, akan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mencabut status warga negara Denmark orang yang juga memiliki kewarganegaraan lain tanpa izin atau perintah pengadilan.
RUU itu tidak berlaku untuk orang Denmark pemilik satu kewarganegaraan sebab pemerintah dilarang menjadikan orang tidak memiliki kewarganegaraan.
Beberapa negara Eropa lain juga akan memberlakukan ketentuan serupa.
Mereka enggan untuk mengadili anggota militan asing di negaranya sebab khawatir ada kemarahan dari masyarakat, kesulitan mengumpukan bukti, dan takut justru mengundang aksi balas dendam militan di Eropa.*