Hidayatullah.com– Aksi unjuk rasa berujung kekerasan berlanjut di timur laut India, sebagai protes UU Amendemen Kewarganegaraan (CAB) yang kontroversial, yang disahkan parlemen India (Lok Sabha) awal pekan ini karena dinilai “Anti-Muslim”.
Tiga menteri utama di India juga menyuarakan keberatan terhadap undang-undang yang kontroversial, lapor kantor berita Turki Anadolu.
Kepala Menteri Punjab Amarinder Singh menolak UU yang dia anggap ilegal, tidak etis dan tidak konstitusional karena dia ingin memecah belah orang dengan agama.
Menteri Kepala Kerala Pinarayi Vijayan, mengatakan langkah untuk memberikan kewarganegaraan berdasarkan agama termasuk dalam tindakan menolak konstitusi. Sementara Menteri Benggala Barat Mamata Banerjee juga menyuarakan oposisi terhadap hukum.
Sejak hari Jumat (13/12/2019), ribuan orang berbagai wilayah melakukan aksi protes UU yang kontroversial itu. Aksi protes menentang dimulai di Provinsi Assam pada hari Rabu. Sejauh ini sudah dua orang korban tewas sejak protes meletus.
Di bawah UU tersebut, otoritas India akan memberikan kewarganegaraan kepada sejumlah agama termasuk Buddha, Kristen, Hindu, dan Sikh yang melarikan diri dari Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh setelah penganiayaan agama sebelum 2015.
Mayoritas negara itu didominasi Muslim, tetapi Muslim dikeluarkan dari daftar warga yang memenuhi syarat, termasuk pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa undang-undang itu akan menjadi pukulan lain bagi kelompok minoritas Muslim India yang menghadapi serangan Hindu di bawah pemerintahan Partai Bharatiya Janata (BJP).
Demonstran khawatir bahwa imigran akan pindah ke daerah perbatasan dan menyebabkan pergolakan budaya dan pengaruh politik pada orang-orang yang telah tinggal di sana untuk waktu yang lama.
Pihak berwenang telah memberlakukan jam malam di Assam dan Meghalaya yang kemudian ditarik.
Baca: Parlemen India Sahkan RUU Kewarganegaraan anti-Muslim India
Peringatan Perjalanan
Akibat gejolak politik ini, beberapa Negara Barat –termasuk AS, Inggris, Kanada—juga Israel dan Singapura, mengeluarkan peringatan perjalanan dan meminta warganya berhati-hati saat pergi ke India, menyusul disahkannya Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan (CAB) baru-baru ini.
“Warga AS di negara bagian timur laut India harus berhati-hati mengingat laporan media tentang protes dan kekerasan sebagai tanggapan atas persetujuan RUU Kewarganegaraan (Amendemen). Jam malam pemerintah diberlakukan di beberapa daerah. Internet dan komunikasi seluler mungkin terganggu. Transportasi dapat terpengaruh di berbagai bagian,” bunyi imbauan resminya.
Untuk sementara, pemerintah Amerika juga menangguhkan perjalanan resmi ke Assam, sebagai pusat gerakan aksi unjuk rasa.
Kedutaan Besar AS di New Delhi meminta warganya menghindari daerah-daerah dengan “demonstrasi dan gangguan sipil”. Sementara pemerintah Kanada dan Inggris juga mengeluarkan peringatan perjalanan serupa, kata kantor berita Xinhua melaporkan hari Sabtu.
Unjuk rasa massal juga terjadi di tiga negara bagian India seperti Assam, Tripura, dan Meghalaya saat aparat keamanan memberlakukan jam malam dan menutup akses internet.
Aksi unjuk rasa juga telah menyebar ke bagian timur Benggala Barat, tempat para pengunjuk rasa membakar infrastruktur di stasiun kereta api.
Undang-undang Amendemen kewarganegaraan kontroversial ini, yang memberikan kewarganegaraan kepada minoritas non-Muslim yang dianiaya dari Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan, telah membuat negara di Timur Laut mendidih, di mana orang-orang takut bahwa hal itu dapat memperburuk masalah imigrasi ilegal.
Menurut UU yang lama, untuk melamar menjadi warga negara India seorang imigran diharuskan tinggal di India atau bekerja untuk pemerintah federal sekurang-kurangnya 11 tahun.
Baca: Yang Perlu Anda Ketahui tentang RUU Kewarganegaraan anti-Islam India
Berdasarkan CAB, akan ada pengecualian bagi enam komunitas agama minoritas. Mereka adalah Hindu, Sikh, Buddhist, Jain, Parsi, dan Kristen, apabila mereka bisa membuktikan bahwa mereka berasal dari Pakistan, Afghanistan, atau Bangladesh.
Kelompok pengkritiknya melihat, UU ini sebagai upaya partai berkuasa, partai Hindu nasionalis Bharatiya Janata Party (BJP), untuk meminggirkan kaum Muslim di India. Banyak Muslim di India mengakui, mereka merasa seperti warga negara kelas dua sejak Modi naik ke tampuk kekuasaan tahun 2014.
Beberapa kota yang dianggap memiliki nama yang terdengar Islami telah diganti namanya, sementara beberapa buku pelajaran sekolah telah diubah untuk mengecilkan kontribusi Muslim di India.*