Hidayatullah.com | TUDUHAN Turki terhadap mantan pemimpin Fatah Mohammad Dahlan yang berperan dalam upaya kudeta gagal 2016, yang menempatkannya di daftar teroris paling dicari negara itu, bukanlah tuduhan pertama terhadapnya lapor Anadolu Agency pada 14 Desember 2019.
Dahlan memiliki sejarah panjang merencanakan perlawanan terhadap Arab Spring (atau Musim Panas Arab adalah gelombang revolusi unjuk rasa dan protes yang terjadi di dunia Arab) dan dituduh ikut serta dalam kontra-revolusi yang bertujuan menjauhkan kelompok-kelompok Islam, khususnya Ikhwanul Muslimin, dari meraih kekuasaan di negara mereka, seperti yang terjadi di Mesir.
Pada tahun 2012, Dahlan bekerja sama dengan Abdel Fattah al-Sisi yang saat itu menjadi Menteri Pertahanan untuk menggulingkan Muhammad Morsi, presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokratis.
Namanya juga muncul di Libya yang dilanda konflik, sebagai agen Uni Emirat Arab yang didukung oleh komandan militer kontroversial Khalifa Haftar di Libya timur.
Dahlan, mantan pejabat keamanan yang terkenal keji dan operator politik yang berbasis di Abu Dhabi, telah bersembunyi selama bertahun-tahun dalam bayangan politik Palestina.
Lahir pada tahun 1961 di Khan Yunis di Gaza, Dahlan mengepalai aparatur Keamanan Preventif Palestina di Gaza dari tahun 1995 ke tahun 2000, pasca pendirian Otoritas Palestina tahun 1994.
Selama bertahun-tahun, pasukannya terlibat dalam aksi-aksi kekerasan dan intimidasi terhadap orang yang kritis, jurnalis dan anggota kelompok oposisi, terutama dari Hamas dan Jihad Islam, memenjarakan anggota kedua kelompok tanpa tuduhan resmi.
Sejumlah tahanan meninggal dunia dalam keadaan mencurigakan selama atau setelah interogasi oleh pasukan Dahlan.
Pada tahun 2007, Dahlan meninggalkan Gaza menuju kota Tepi Barat di Ramallah, setelah Hamas mengalahkan upaya-upayanya yang didukung AS untuk menggagalkan kendali grup itu atas Gaza.
Presiden AS George W. Bush menyebut Dahlan pada saat itu dengan “anak kami”.
Di Ramallah pada tahun 2011, Dahlan dikeluarkan dari Fatah setelah berselisih dengan Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas. PA menuduh Dahlan memperkaya dirinya sendiri melalui korupsi dan berkonspirasi untuk melemahkan Abbas.
Sejak itu, Dahlan telah tinggal di UEA, dan menjadi penasihat Putra Mahkota Abu Dhabi Muhammad bin Zayed, di mana dia berkomplot untuk melemahkan revolusi Arab Spring dan mengimplementasikan agenda UEA di negara-negara regional dan Arab.
Baca: Siapa Mohammad Dahlan, yang Diburu Turki dengan Imbalan 4 Juta Lira? (1)
Upaya Kudeta di Turki
Setelah gagalnya upaya kudeta di Turki pada tahun 2016, nama Dahlan mencuat sebagai tersangka. Sumber keamanan tinggi Turki melaporkan UEA bekerja sama dengan komplotan kudeta, menggunakan pemimpin Fatah yang diasingkan itu sebagai perantara.
Dahlan diduga telah memindahkan uang ke komplotan kudeta di Turki beberapa minggu sebelum upaya kudeta dan untuk berkomunikasi dengan dalang kudeta gagal, Fetullah Gulen, dan kelompoknya Organisasi Teroris Fetullah (FETO).
Upaya kudeta itu menyebabkan 251 menjadi martir dan hampir 2.200 terluka. Pada Jumat, Turki memasukkan Dahlan ke dalam kategori teratas teroris yang paling dicari yang mempunyai hubungan dengan FETO, Kementerian Dalam Negeri mengatakan.
Imbalan untuk kepala Dahlan mencapai 10 juta lira Turki (sekitar 1,7 Juta Dolar AS).
Tangan kotor di Libya
Pada tahun 2017, Dahlan diselidiki oleh Mahkamah Pidana Internasional karena keterlibatannya dengan Saiful-Islam Gaddafi, anak laki-laki kedua dari Muammar Gaddafi penguasa Libya yang dibunuh, dan kepala intelejen Gaddafim Abdullah Al-Sanousi, untuk kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk pembunuhan dan penindasan penduduk sipil.
Uni Emirat Arab dilaporkan menggunakan Dahlan dalam upaya-upaya kontra-revolusi di Libya yang dipimpin oleh Ahmed Gaddaf Eldamm, sepupu dari diktator Libya, yang berbasis di Kairo.
Kemudian pada tahun 2018, laporan media mengatakan UEA menggunakan $30 miliar aset beku Libya melalui Dahlan untuk mendukung Haftar dalam perangnya melawan pemerintah Libya yang diakui secara internasional.
Baca: Siapa Mohammad Dahlan, yang Diburu Turki dengan Imbalan 4 Juta Lira? (2)
Pembuat masalah di Palestina dan agen Israel
Pada Maret 2014, dalam pertemuan Fatah, Abbas menuduh adanya keterlibatan Dahlan dalam pembunuhan enam tokoh Palestina dan menanyakan perannya dalam kematian mantan pemimpin Yasser Arafat.
“Ditemukan bahwa enam orang telah dibunuh atas perintah Dahlan,” Abbas mengatakan menyusul penyelidikan mengenai Dahlan, tetapi Abbas tidak mempublikasikan laporan tersebut.
Dia mengatakan Dahlan merupakan bagian dari rencana Israel untuk membunuh komandan sayap militer Hamas, Salah Shehada, yang dibunuh pada 22 Juli 2002.
Dahlan juga dituduh memfasilitasi pembelian real estat Israel yang berdekatan dengan Masjid Al-Aqsha. Dalam beberapa kesempatan, pemimpin Palestina Kamal al-Khatib menuduh Dahlan dan UEA menjadi bagian dari perencanaan jahat untuk mengambil alih rumah dan properti Palestina di kota tua di Baitul Maqdis yang dijajah.
Bulan lalu, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menuduh Dahlan sebagai “pemimpin teroris” dan menambahkan bahwa “dia adalah agen Israel”.
Mencari kepemimpinan Palestina
Laporan media menyatakan bahwa Mesir, Jordania, dan UEA telah menjadi penghubung rencana Dahlan untuk menjadi pemimpin Otoritas Palestina selanjutnya.
Dilaporkan bahwa UEA mengadakan pembicaraan dengan Israel tentang strategi untuk mengangkat Dahlan.
Pandangan luas yang ada di lingkaran politik Palestina adalah bahwa keterlibatan Dahlan dalam hubungan luar negeri merupakan bagian dari strategi yang dirancang untuk memperkuat statusnya sebagai penerus Abbas.*