Hidayatullah.com–Para dokter yang menangani pasien korban letusan gunung di White Island, New Zealand, mengimpor kulit manusia untuk pasien mereka. sebagai bagian dari respon medis intensif bagi korban.
Dilansir BBC Rabu (11/12/2019), otoritas medis New Zealand (NZ) mengatakan bahwa pihaknya sedang merawat 29 pasien di unit perawatan intensif (ICU) dan unit perawatan luka bakar di empat rumah sakit di Middlemore, Waikato, Hutt Valley dan Christchurch. Dua puluh dua orang berada dalam kondisi kritis akibat luka bakar parah yang mereka alami.
Media lokal menyebutkan bahwa hanya ada 5 sampai 10 orang yang mendonasikan kulitnya di NZ setiap tahun.
Oleh karena setiap orang dewasa memiliki sekitar 2 meter persegi kulit, para dokter meminta kiriman kulit sebanyak 120 meter persegi dari Amerika Serikat, di mana terdapat lebih banyak bank kulit manusia.
Ketika seseorang mengalami luka bakar, kulit dipergunakan sebagai “plester alami” untuk mempercepat penyembuhan. Plester kulit membantu menghentikan infeksi, mengurangi bekas luka, serta mengurangi rasa sakit. Dokter biasanya mengambil kulit pasien luka bakar untuk plester dari bagian tubuhnya sendiri seperti paha atau belakang telinga. Kulit donasi biasanya diperlukan apabila prosedur itu tidak mungkin dilakukan.
Donasi kulit diberikan oleh donatur setelah meninggal dunia, sama seperti organ tubuh lain, dan dapat disimpan dalam bank kulit selama beberapa tahun.
Biasanya unit perawatan luka bakar memyimpan suplai kulit donor untuk memenuhi kebutuhan pasiennya.
Namun, situasi bencana letusan gunung di White Island itu luar biasa, sehingga dibutuhkan impor kulit manusia.
“Kami mengantisipasi akan membutuhkan tambahan 1,2 juta meter persegi kulit untuk kebutuhan berkelanjutan pasien-pasien saat ini,” kata Chief Medical Officer Dr. Pete Watson dari National Burn Unit NZ, yang mengatakan bahwa pihaknya memiliki stok tetapi juga harus mencari sumber suplai tambahan.
Dr. Watson mengatakan bahwa kasus luka bakar korbam letusan gunung White Island lebih kompleks disebabkan adanya luka yang diakibatkan oleh semburan panas gas bercampur bahan kimia gunung berapi, yang sangat berbeda dengan luka bakar akibat panas biasa.
“Pasien luka bakar sangat serius adalah pasien seumur hidup,” kata Jorge Leon-Villapalos, dokter ahli bedah luka bakar dan bedah plastik kosmetik di Chelsea and Westminster Hospital di London, Inggris. Pasien tidak hanya harus menjalani perawatan medis selama beberapa waktu, yang merupakan bagian kecil dari proses penyembuhan, tetapi juga harus menghadapi trauma seperti akibat patah kaki dan luka inhalasi, serta banyak trauma lainnya.
“Kami mendefinisikan perawatan luka bakar bukan sebagai lomba lari 100 meter, tetapi lebih sebagai lari maraton yang dilakukan banyak kali,” kata pakar bedah itu.*