Hidayatullah.com–Mantan presiden Sudan Omar al-Bashir telah dijatuhi hukuman dua tahun kurungan dalam kasus korupsi. Namun, dikarenakan faktor usia dia tidak akan mendekam dalam penjara dan justru ditempatkan di sebuah fasilitas reformasi sosial.
Dilansir BBC Sabtu (14/12/2019), hakim mengatakan di persidangan bahwa berdasarkan undang-undang yang berlaku di Sudan orang berusia di atas 70 tahun tidak dapat menjalani hukuman di penjara. Bashir berusia 75 tahun.
Selain korupsi, bekas presiden Sudan itu juga menghadapi dakwaan berkaitan dengan kudeta tahun1989 yang membawanya ke puncak kekuasaan, genosida, serta pembunuhan sejumlah demonstran yang berunjuk rasa menjelang pelengserannya di bulan April 2019.
Ketika persidangan penetapan hukuman, para pendukung Bashir berteriak-teriak menyerukan bahwa persidangan tersebut bermotif politik. Mereka disuruh petugas untuk pergi dan melanjutkan aksinya di luar gedung pengadilan sambil meneriakkan kalimat tauhid.
Usai pembacaan hukuman, salah satu pengacara Bashir mengatakan pihaknya akan melakukan banding atas keputusan hakim tersebut.
Sebelumnya seorang pengacara Bashir lain yang bernama Mohamed al-Hassan mengatakan bahwa tim pembela menganggap persidangan itu ilegal dan bermotif politik.
Kasus korupsi tang dituduhkan kepada Bashir berkaitan dengan uang tunai $25 juta yang diterimanya dari Pangeran Mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman.
Bashir mengklaim uang tersebut merupakan bagian dari hubungan strategis Sudan-Arab Saudi dan tidak dipergunakan untuk keperluan pribadi melainkan sebagai donasi.
Tidak satu pun kasus aktif yang melibatkan Bashir saat ini berkaitan dengan tuduhan genosida di Darfur 2003 yang ditudingkan oleh Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC).
Pengadilan bentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu mengatakan sekitar 300.000 orang terbunuh dan 2,5 juta orang kehilangan tempat tinggal akibat perang di kawasan Darfur.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Setelah Bashir dilengserkan pada April 2019, jaksa penuntut ICC di Den Haag meminta agar dia diadili atas genosida di Darfur. Awalnya jenderal-jenderal militer yang membantu melengserkan Bashir menolak tuntutan ICC itu. Namun, karena ada desakan dan protes berkepanjangan dari kelompok payung penggerak demonstrasi rakyat Sudan yang mengawali pendongkelan Bashir, pihak militer kemudian mengatakan tidak keberatan dengan permintaan itu dan akan mempertimbangkan ekstradisinya.*