Hidayatullah.com–Aparat keamanan dikerahkan di ibu kota Bosnia-Herzegovina, Sarajevo, menjelang pelaksanaan misa di gereja untuk mengenang orang-orang Kroasia para kolaborator Nazi semasa Perang Dunia Kedua.
Organisasi-organisasi anti-fasis dan aktivis turun ke jalan di kota itu untuk memprotes kebaktian di gereja tersebut.
Acara tahunan itu,yang biasanya digelar di Austria di lokasi pertahanan terakhir rezim Kroasia pro-Nazi pimpinan Ustasha di kota Bleiburg, dipindahkan ke Bosnia karena adanya pembatasan pergerakan terkait wabah coronavirus, lapor BBC Sabtu (16/5/2020).
Ribuan orang melakukan aksi jalan kaki di Sarajevo sementara polisi mengawasi dengan seksama. Tidak ada laporan tentang kekerasan dalam aksi protes itu.
Rezim fasis Ustasha memerintah Kroasia sebagai boneka Nazi Jerman dari tahun 1941 sampai 1945. Wilayah Kroasia kala itu diperluas hingga mencakup seluruh Bosnia dan sebagian Serbia.
Pada .asa itu rezim Ustasha mempersiapkan eksterminasi orang-orang Serbia, Yahudi dan Gipsi yang tinggal di kawasan itu.
Saat unjuk rasa berlangsung, foto-foto korban pasukan Nazi dan rezim Ustasha dipajang di sepanjang rute jalan yang dilalui demonstran.
Kerumunan besar itu akhirnya berkumpul di pusat kota. Misa di gereja itu dikecam keras pula oleh Wali Kota Sarajevo, Presiden Kroasia, dan World Jewish Congress. Pemburu Nazi Simon Wiesenthal Center menggambarkan acara kebaktian di gereja itu sebagai olok-olok terhadap “kenangan sejarah dan keadilan.”
Polisi memagari area di sekitar gereja Sacred Heart Cathedral, di mana misa digelar hari Sabtu pagi. Uskup Agung Sarajevo Vinko Puljic, yang memimpin misa itu, menolak semua tuduhan dan mengatakan bahwa dia yang diperuntukkan bagi roh-roh para korban bukan berarti menyetujui tindakan mereka.
Acara serupa juga digelar di ibu kota Kroasia, Zagreb.
Puluhan ribu tentara Kroasia sekutu Nazi dan keluarga mereka melarikan diri ke Austria pada akhir PD II. Namun, pasukan Inggris menyerahkan mereka ke partisan Yugoslavia, yang kemudian membunuh banyak dari orang Kroasia itu di Bleiburg dan ketika memaksa mereka pulang kembali ke Yugoslavia dengan berjalan kaki.*