Hidayatullah.com—Kepala Kepolisian New Zealand Andrew Coster hari Selasa (9/6/2020) mengumumkan bahwa 12.000 personel yang dibawahinya tetap akan berpatroli tanpa senjata, menolak ide untuk mempersenjatai petugas kepolisian.
Menurut Coster, “Armed Response Teams” (ARTs) –semacam unit aksi cepat bersenjata lengkap—yang sudah diujicobakan selama 6 bulan tidak sesuai dengan gaya penertiban dan pengamanan masyarakat yang diharapkan oleh warga New Zealand. Hal itu antara lain dibuktikan dengan adanya petisi keberatan polisi bersenjata yang didukung oleh 29.000 orang.
“Saya sudah membuat keputusan bahwa tim ini tidak akan menjadi bagian dari model kepolisian kita di masa mendatang,” tegas Coster, seperti dilansir DW.
Menurutnya, polisi di New Zealand nantinya tetap tidak akan dilengkapi senjata api, melainkan akan diberikan pelindung diri yang lebih baik dan mendapatkan pelatihan taktis lebih banyak.
Hasil evaluasi terhadap ARTs yang diungkap ke publik menunjukkan bahwa tim itu mendatangi sekitar 8.000 kejadian, tetapi sama sekali tidak melepaskan tembakan selama enam bulan periode uji coba yang berakhir pada bulan April lalu.
Panggilan tugas yang mereka datangi antara lain kasus serangan berat, serangan terhadap keluarga, percobaan pembunuhan dan kasus yang berkaitan dengan gangguan kesehatan mental.
Dari 8.000 panggilan tugas itu, hanya 186 kasus yang melibatkan sebuah senjata api, dan 137 kasus yang melibatkan alat potong atau tusuk seperti pisau.
Pada bulan Mei, sebuah petisi yang ditandatangani 29.313 orang diserahkan kepada komite kehakiman di parlemen New Zealand. Petisi itu antara lain mengatakan bahwa “melengkapi polisi dengan senjata api di jalanan tidak akan masyarakat atau membuat kami merasa lebih aman.”
Menurut mereka, rasisme yang menjangkiti personel kepolisian justru yang lebih mungkin akan melukai warga etnis Maori dan Pasifika yang kerap mendapatkan perlakuan diskriminatif dan menjadi target.*