Hidayatullah.com—Milisi yang bersekutu dengan pemberontak Khalifa Haftar telah melanggar gencatan senjata yang baru-baru ini diumumkan, menurut militer Libya.
“Geng teroris al Karama dan kelompok Wagner Rusia yang berafiliasi dengan mereka berusaha menargetkan pasukan pemberani kami dengan lebih dari 12 rudal Grad,” ungkap Pemerintah dalam sebuah pernyataan di Facebook pada Kamis (27/08/2020).
Militer mengatakan hal itu adalah “pelanggaran yang jelas dari perjanjian gencatan senjata yang diumumkan Jumat lalu,” menekankan bahwa “operasi Sirte dan Jufra tidak akan ragu-ragu untuk menanggapi tindakan ini, sebagaimana disetujui oleh operasi lapangan,” TRT World melaporkan.
Sebelumnya pada hari Kamis, Pemerintah Libya memperingatkan Haftar agar menghentikan serangan dan kejahatan di kota Sirte, di utara negara itu dan Taraghin di wilayah tengahnya.
Pada 21 Agustus, Dewan Presiden dari Pemerintah Libya yang diakui secara internasional dan apa yang disebut Dewan Perwakilan Rakyat yang berbasis di Tobruk, yang mendukung pemberontak Haftar, menyetujui gencatan senjata segera. Dua pernyataan mereka sepakat pada poin-poin yang sama, terutama gencatan senjata dan penyelenggaraan pemilihan presiden dan parlemen.
Perjanjian tersebut disambut secara luas oleh komunitas internasional dan khususnya negara-negara Arab, sementara milisi Haftar menolaknya.
Perdana Menteri Libya Fayez Al Sarraj menyatakan kesiapannya untuk menerapkan perjanjian apa pun yang memenuhi penerimaan dan konsensus semua aktor Libya dan meminta pengunjuk rasa Libya untuk tidak terseret ke dalam seruan untuk sabotase atas kemerosotan kondisi kehidupan, dengan mengatakan: “Saya telah memerintahkan semua lembaga negara untuk melindungi demonstran damai.”
Dia memperingatkan bahwa orang-orang bersenjata menyusup ke dalam protes damai untuk melakukan tindakan sabotase dan kerusuhan guna menurunkan martabat negara Libya.
Al Sarraj juga berterima kasih kepada Turki, mengatakan bahwa mereka “berdiri bersama dengan orang-orang Libya pada saat banyak orang meninggalkan kami”.
Pemerintah Libya pada Kamis memperingatkan akan menggunakan kekerasan terhadap milisi bersenjata yang membubarkan protes damai dengan menembaki kerumunan sehari sebelumnya.
Demonstrasi dimulai pada Ahad (23/08/2020) di ibu kota Tripoli terhadap layanan publik yang buruk dan kondisi kehidupan.
Sementara polisi telah memantau protes, orang-orang bersenjata pada hari Rabu (26/08/2020) menyerang demonstrasi damai dengan “menembakkan amunisi tanpa pandang bulu,” kata Fathi Bashagha, Menteri Dalam Negeri Pemerintah Libya.
Orang-orang bersenjata itu juga menculik demonstran, “menimbulkan kepanikan di antara penduduk dan mengancam keamanan dan ketertiban umum,” kata Bashagha.
Dia berjanji untuk “melindungi warga sipil yang tidak bersenjata dari kebrutalan sekelompok preman” dan mengatakan dia siap menggunakan kekerasan untuk melakukannya.*