Hidayatullah.com—Pembukaan kembali kampus-kampus perguruan tinggi untuk pembelajaran tatap muka pada akhir musim panas ini bisa jadi ada hubungannya dengan pertambahan 3.000 kasus infeksi Covid-19 di Amerika Serikat beberapa pekan terakhir, menurut hasil studi terbaru.
Temuan itu menimbulkan pertanyaan tentang pelaksanaan pembelajaran tatap muka selama pandemi Covid-19. Hal ini penting sebab kampus-kampus perlu melakukan perencanaan untuk semester musim semi 2020, kata para peneliti dari University of North Carolina di Greensboro, Indiana University, University of Washington dan Davidson College.
Temuan itu masih harus menjalani review sejawat dan belum dipublikasikan secara daring, lapor Reuters Rabu (23/9/2020).
Untuk melacak kasus Covid-19 dan mengkaji asosiasinya dengan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan tatap muka di kampus, tim peneliti menggunakan data lokasi dari sebuah database pengguna ponsel yang bersedia membagikan informasi. Data penelitian dikumpulkan dari 15 Juli sampai 13 September.
Peneliti juga melihat tingkat infeksi Covid-19 di wilayah-wilayah county di mana kampus berada, sebelum dan sesudah kampus dibuka kembali dan mahasiswa berdatangan.
Mereka menemukan kenaikan signifikan di county di mana kampus dibuka untuk melakukan perkuliahan tatap muka, terutama di dan sekitar kampus yang mahasiswanya berasal dari daerah yang tingkat infeksi coronavirusnya tinggi.
Dari sana peneliti mengaku dapat memperkirakan antara 1.000 dan 5.000 tambahan kasus perhari berkaitan dengan pembukaan kembali kampus untuk perkuliahan tatap muka. “Perkiraan terbaik kami sekitar 3.219 kasus perhari,” kata Ana Bento, salah satu penyusun laporan hasil penelitian itu, dari jurusan kesehatan publik di Indiana University.
Namun, studi itu tidak menelusuri lebih lanjut berapa banyak kasus “impor” (berasal dari mahasiswa perantauan) dan berapa banyak yang merupakan penularan lokal.
Tim peneliti juga menyatakan bahwa kasus-kasus tanpa gejala kemungkinan tidak terjaring dalam studi itu, kecuali pihak kampus melakukan tes coronavirus kepada siapa saja termasuk yang tidak mengalami gejala Covid-19. Peneliti juga tidak meninjau kebijakan-kebijakan yang diambil oleh masing-masing perguruan tinggi berkaitan dengan Covid-19.*