Hidayatullah.com–Pengacara wanita Saudi akhirnya diizinkan memperoleh izin praktik, setelah memperoleh persetujuan Menteri Kehakiman Saudi. Satu surat kabar Saudi melaporkan pada hari Senin (8/10/2012).
Persetujuan tersebut diikuti serangkaian diskusi dan konsultasi dengan para ahli dan lembaga-lembaga terkait, baik hukum dan agama. Demikian disebutkan harian Saudi al-Riyadh, mengutip sumber resmi, sebagaimana dilansir laman Al Arabiya.
Menurut sumber, perwakilan kementerian awalnya mengusulkan pembatasan kerja bagi pengacara perempuan hanya untuk menangani kasus-kasus pribadi, sementara ahli lainnya sepakat bahwa perempuan juga memiliki hak menangani berbagai jenis kasus hukum tanpa pembatasan, terutama jika tidak ada alasan agama yang melarangnya.
Perempuan harus memenuhi kondisi yang sama seperti laki-laki untuk praktik hukum dan ini berarti mereka harus lulusan fakultas hukum atau hukum Islam atau lembaga-lembaga sejenis. Memiliki pengalaman juga menjadi persyaratan.
Sebelumnya perempuan yang lulus dari sekolah hukum diizinkan untuk bekerja sebagai konsultan hukum di perusahaan atau bank, tetapi tidak bisa secara resmi mewakili klien di pengadilan. Mereka diizinkan untuk bertindak sebagai “wakil” klien, tetapi masih tidak dianggap sebagai pengacara. Dengan tidak memegang lisensi hukum, perempuan juga tidak bisa membuka firma hukum secara pribadi.
Kegiatannya “mewakili ” klien, ucap sejumlah hakim, menjadi masalah saat perempuan yang telah aktif di bidang hukum tetapi tidak memiliki lisensi, tidak bisa dimintai pertanggungjawaban saat terjadi kasus-kasus pelanggaran. Beberapa pengadilan telah mengajukan keluhan pada Departemen Kehakiman tentang kesalahan profesional yang dilakukan oleh “para pengacara” itu.
Sumber itu menambahkan bahwa Kementerian Kehakiman saat ini menerapkan prosedur yang diperlukan, yang akan memungkinkan perempuan secara resmi mulai berpraktik hukum. Ini termasuk menyiapkan database pengacara perempuan berlisensi dan menginstal sistem sidik jari di semua pengadilan sehingga identitas mereka dapat diverifikasi tanpa harus mengekspos wajah mereka.
Kementerian itu mengatakan, tidak ada kewajiban perempuan untuk menunjukkan wajahnya di pengadilan.
Kementerian saat ini menerima sejumlah permohonan lisensi yang akan disampaikan kepada komite guna dibahas kelayakan persyaratannya.
Menurut statistik kementerian, jumlah pengacara berlisensi yang berpraktik adalah 2.115, didistribusikan di antara provinsi-provinsi kerajaan. Jumlah tersebut, tambah kementerian itu, akhir-akhir ini telah meningkat dan akan meningkat lagi dengan penambahan perempuan.
Harapan untuk mengizinkan praktik bagi perempuan lulusan hukum, intensif disuarakan tahun lalu, dengan kampanye yang disebut “Saya seorang pengacara perempuan.” Kampanye ini diluncurkan pada situs-situs jejaring sosial.
Harapan ini disampaikan terkait dengan pendidikan hukum yang telah ditempuh perempuan bertahun-tahun, bahkan mengikuti pendidikan di perguruan tinggi hebat di luar negeri, namun tidak diperbolehkan berpraktik hukum di dalam negeri.
Banyak dari mereka juga berpendapat bahwa dalam masyarakat yang konservatif seperti Saudi, wanita tidak merasa nyaman menyewa pengacara laki-lakim, terutama dalam tuntutan hukum status pribadi yang mungkin melibatkan rincian pribadi.*