Hidayatullah.com—Polisi Prancis mengosongkan sebuah kawasan di dekat Stade de France di Saint-Denis, daerah pinggiran di utara ibukota Paris. Lebih dari 2.000 orang, yang kebanyakan migran, tinggal di sana sejak bulan Agustus.
Dilansir RFI, polisi tiba Selasa dini hari (17/11/2020) untuk mengevakuasi para migran, kebanyakan laki-laki, yang tinggal di tenda-tenda tanpa fasilitas sanitasi.
Sebanyak 70 bus dikerahkan untuk mengangkut mereka ke satu dari 26 tempat penampungan yang disiapkan di daerah Paris.
Menurut organisasi amal France terre d’asile, sekitar 2.400 orang tinggal di bawah jalan layang dekat stadion sejak Agustus.
“Keberadaan kamp-kamp ini tidak dapat diterima, di mana orang tinggal dalam kondisi yang sangat buruk,” kata Kepala Kepolisian Paris Didier Lallement kepada para reporter. “Situasi seperti ini membahayakan penduduk setempat.”
“Operasi ini dilakukan agar orang-orang yang datang ke sini secara legal dapat diberikan bantuan yang mereka perlukan, dan mereka yang tidak maka harus pergi meninggalkan Prancis,” paparnya.
Sebelum naik ke bus-bus yang akan membawa mereka ke tempat penampungan resmi, para migran harus menjalani tes Covid-19 di tempat yang disediakan oleh otoritas kesehatan publik Prancis ARS.
Kebanyakan migran yang tinggal di kolong jalan layang itu kabarnya datang dari Afghanistan, Sudan, Ethiopia dan Somalia untuk mencari suaka.
Sebelum ini mereka dipindahkan dari kamp-kamp lain yang berada di sekitar Paris yang dibubarkan aparat, seperti kamp Aubervilliers yang menampung 1.500 orang.
Lembaga-lembaga swadaya masyarakat mengecam cara pemerintah dalam menangani migran dan menyeru agar menghentikan “siklus destruktif” tersebut. Mereka mengatakan, cara aparat yang secara bergantian mengosongkan dan memindahkan migran dari satu tempat ke tempat lain dinilai tidak efektif.
“Setidaknya sudah 65 kali terbukti cara ini tidak efektif dan hanya berhasil membubarkan orang,” bunyi pernyataan yang dirilis kumpulan organisasi amal dan non-pemerintah yang peduli dengan masalah tersebut.
Prancis dikecam oleh European Court of Human Rights (CEDH) pada bulan Juli atas kondisi penampungan migran yang dinilai tidak manusiawi. Prancis gagal memenuhi tanggung jawabnya sebagaimana yang digariskan undang-undang domestinya sendiri dan melanggar Pasal 3 Konvensi HAM, kata CEDH.*