Hidayatullah.com—Pendapatan negara Uganda dari ekspor kopi mencapai angka tertinggi dalam kurun 30 tahun terakhir.
Ekspor kopi menyumbang sekitar 17% pendapatan negara dari ekspor, dan lebih dari 70% keluarga menanam kopi yang kebanyakan dibudidayakan di lahan-lahan sempit.
Pada tahun 1990-an, sektor pertanian kopi Uganda nyaris hancur akibat merosotnya harga global, penyakit dan karena diabaikan.
Tanaman kopi robusta Uganda hampir musnah oleh penyakit layu kopi, dan dibutuhkan riset ilmiah bertahun-tahun untuk memulihkannya.
Pada tahun 2017, ilmuwan berhasil mengembangkan bibit tanaman kopi robusta yang dapat dipanen setelah 7 tahun, tahan penyakit layu dan tahan kekeringan, yang kemudian dibagikan kepada para petani.
Hampir semua produksi kopi di Uganda dihasilkan oleh para petani gurem, hanya sebagian kecil saja dihasilkan oleh pertanian berskala besar. Pemerintah menggalakkan penanaman kopi sejak 2014, menyerahkan lebih 700 juta bibit kepada petani dan menambah luas lahan kopi lebih dari dua kali lipat.
Emmanuel Iyamuremye, managing director di Uganda Coffee Development Authority, mengatakan bahwa konsumen sekarang ingin mengetahui dari mana kopi mereka berasal, lansir BBC Sabtu (29/11/2020).
Otoritas perkopian Uganda itu memiliki laboratorium pencicipan kopi di Kampala, di mana para ilmuwan memastikan bahwa kopi dari masing-masing daerah bisa dikenali dari rasa dan bijinya.
Melalui rasa dan merk, konsumen kopi akan segera mengenali asal-usul kopi yang diseruputnya.*