Hidayatullah.com—Mahkamah Agung India menolak permohonan untuk menghentikan deportasi sekitar 150 Muslim Rohingya ke Myanmar, di mana sejak kudeta militer 1 Februari ratusan orang tewas dibunuh aparat keamanan. Lebih dari 1 juta Rohingya menyelamatkan diri dari kekerasan di Myanmar sejak awal 1990-an.
Permohonan yang diajukan dua Rohingya itu ditolak oleh hakim ketua MA India Sharad Arvind Bobde.
“Tidak mungkin untuk mengabulkan penundaan sementara seperti yang diminta,” kata hakim agung itu, tetapi menambahkan bahwa aparat terkait harus mengikuti prosedur yang ada.
Kedua orang pemohon itu bagian dari 168 Rohingya – termasuk wanita dan anak-anak – yang dijaring di daerah Jammu, sebelah utara India, dan dijebloskan ke dalam detensi imigrasi bulan lalu.
Kedua pemohon meminta agar pengadilan melepaskan orang-orang yang ditahan, mencegah deportasi mereka dan mengakui mereka sebagai pengungsi Rohingya di India, lansir RFI Sabtu (10/4/2021).
“Keputusan ini bertentangan dengan komitmen India terhadap perlindungan pengungsi dan kewajibannya menentang pemulangan pengungsi ke tempat di mana mereka menghadapi persekusi, dan itu merupakan pelanggaran terhadap Pasal 21 Konstitusi India yang menjamin hak semua orang Rohingya yang tinggal di India,” kata pengacara kedua pemohon, Prashant Bhushan.
Menurut forum aktivis Assistance Association for Political Prisoners, sedikitnya 600 warga sipil sejauh ini telah tewas akibat tindakan represif aparat keamanan Myanmar sejak kudeta militer 1 Februari.
“Ketakutannya adalah begitu mereka dideportasi, mereka mungkin akan dibantai. Namun, kita tidak dapat menghentikannya…,” kata hakim Bodge dalam persidangan tanggal 26 Maret.
Pemerintah India memandang orang Rohingya sebagai imigran ilegal.
“Ini merupakan keputusan bersejarah Mahkamah Agung,” kata Kavinder Gupta, mantan wakil menteri Jammu dan Kashmir dari partai pemerintah nasionalis Hindu, yang melihat orang Rohingya sebagai ancaman keamanan.
India Bulan penandatangan 1951 UN Refugee Convention.
Awal bulan ini, otoritas India menghentikan deportasi seorang gadis Muslim Rohingya berusia 14 tahun ke Myanmar di menit-menit terakhir, setelah mereka membawanya ke negara bagian Manipur untuk memproses dokumennya.
Media India melaporkan bahwa deportasi itu gagal karena penjaga perbatasan Myanmar tidak menjemput gadis itu.
Lembaga urusan pengungsi PBB, UNHCR, menentang upaya pemulangan gadis itu ke Myanmar.
Anak perempuan tersebut dan keluarganya termasuk sekelompok orang Rohingya (tidak diketahui pasti berapa jumlahnya) yang lari meninggalkan Myanmar pada tahun 2017. Dua tahun kemudian dia meninggalkan kedua orangtuanya di kamp Cox’s Bazar, Bangladesh, konon akan dikirim ke Malaysia untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun, anak perempuan itu justru ditemukan di India dan dikirim ke tempat penampungan.
Upaya deportasi remaja putri itu ditentang aktivis HAM.
“Ini jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia… Kami juga akan memberikannya tempat bernaung yang blayak sehingga dia tidak menjadi korban upaya semacam itu lagi di masa mendatang,” kata aktivis Kamal Chakraborty seperti dikutip media India.*