Hidayatullah.com—Bekas presiden Afrika Selatan Jacob Zuma telah dikeluarkan dari dalam penjara dengan alasan sakit setelah menjalani dua bulan kurungan dari hukuman 15 bulan penjara karena penghinaan terhadap pengadilan.
Zuma, yang digusur dari kursi kepresidenan pada tahun 2017, dijebloskan ke dalam sel pada bulan Juli karena menolak mematuhi perintah Mahkamah Agung untuk menghadiri pemeriksaan berkaitan dengan tuduhan korupsi yang merajalela di masa pemerintahannya.
Pemenjaraan mantan presiden itu merupakan kemenangan signifikan bagi penggantinya, Cyril Ramaphosa, yang memimpin faksi moderat dan pragmatis di partai penguasa African National Congress.
Pernyataan resmi menegaskan bahwa mantan presiden itu, yang sekarang berusia 79 tahun, diperlakukan seperti warga negara lainnya.
“Penempatan pembebasan bersyarat medis untuk Zuma berarti dia akan menyelesaikan sisa hukumannya dalam sistem pemasyarakatan, yang mana dia harus mematuhi serangkaian kondisi tertentu dan akan diawasi sampai hukumannya berakhir,” kata sebuah pernyataan dari departemen layanan pemasyarakatan seperti dilansir The Guardian Ahad (5/9/2021).
Juru bicara departemen itu, Singabakho Nxumalo, mengatakan bahwa Zuma masih di rumah sakit tetapi bisa pulang untuk melanjutkan perawatan medis di rumah. Dia tidak memberikan penjelasan tentang penyakit Zuma, kondisi pembebasan bersyaratnya, atau apakah kesehatannya memburuk sejak operasi.
Pekan lalu, persidangan Zuma atas tuduhan korupsi sejak 1990-an ditunda sekali lagi dengan alasan sakit.
Pendukung Zuma mengatakan pejuang anti-apartheid itu adalah korban intrik yang diatur oleh lawan politik.
Juru bicara Yayasan Jacob Zuma, Mzwanele Manyi, mengatakan pihaknya menyambut baik keputusan dewan pembebasan bersyarat itu dan pernyataan yang lebih rinci akan dikeluarkan setelah berkonsultasi dengan tim hukum Zuma.
Pembebasan Zuma kemungkinan akan memicu kemarahan yang meluas, dan kekhawatiran lebih lanjut tentang supremasi hukum di Afrika Selatan. Ini juga akan memperkuat tuduhan bahwa ANC, yang telah berkuasa sejak 1994, secara sistematis memprioritaskan kepentingannya di atas kepentingan bangsa.
Para penyelidik percaya gelombang penjarahan dan protes beberapa waktu lalu, yang menewaskan lebih dari 200 orang dan menyebabkan kerusakan besar di seluruh wilayah negara itu, sengaja diprovokasi sebagai bagian dari strategi yang lebih luas oleh para petualang politik untuk memaksakan pengampunan bagi Zuma atau bahkan runtuhnya pemerintahan saat ini.
Ratusan toko dijarah, pabrik dihancurkan, gudang diratakan, klinik dirusak dan pelabuhan dilumpuhkan saat ribuan orang membuat kerusuhan di KwaZulu-Natal, kampung halaman Jacob Zuma.*