Hidayatullah.com– Isu seputar childfree lagi ramai dibicarakan. Pengguna media sosial, dengan beragam pendapatnya, saling beradu argumen terkait childree. Keputusan individu atau pasangan untuk enggan mempunyai anak lagi hangat diperbincangkan.
Sebagaimana diketahui, childree merupakan sebuah gaya hidup yang dipilih oleh pasangan menikah untuk tidak mempunyai anak.
“Memenga kalua kita liat dalam perspektif agama, memiliki anak itu memiliki akan membawa kebahagian dan menambah rezeki dalam keluarga. Tapi balik lagi itu pilihan bahagia itu relatif, bahagia itu pilihan yang perlu juga menjadi pengetahuan untuk kita semua adalah bahwa Childfree menurut agama saya (islam) itu tidak dilarang, bahkan dibolehkan ketika memiliki alasan yang jelas, jadi bagi mereka yang masih..,” tulis warganet di Twitter @JefiHana baru-baru ini pantauan hidayatullah.com pada Senin (06/09/2021).
“Sejujurnya geng anti-childfree yg berisik *maupun* geng childfree yg sotoy/insensitif mengomentari parenting & keputusan orang2 yg memilih punya anak (apalagi sampe eugenik) itu sama-sama ngeselinnya sih. Saling menghormati pilihan beranak orang lain nggak susah kan yaaa Wajah tersenyum dengan mata tersenyum,” tulis @firagayatri (30/08/2021).
Lalu bagaimana Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) menanggapi isu hangat tersebut? dr. Hasto mengatakan, pasangan yang memutuskan untuk childfree mungkin akan cenderung lebih rentan dengan perceraian.
Sebab, jelasnya, tidak adanya kehadiran anak, mungkin dapat membuat konflik antara suami dan istri lebih besar walaupun persoalannya mungkin sepele.
“Kekuatan keluarga adalah anak, tanpa memiliki anak, kalau ada konflik yang berat, konflik itu akan semakin berat,” ujarnya dikutip laman Antara News, Senin (06/09/2021).
Hasto menilai, “Kalau childfree, konflik-konflik bisa lebih cenderung terjadi. Anak itu memperkuat ikatan. Anak terkadang menjadi pengingat untuk orang tua. Bukan cuma soal cinta-kasih, tapi juga berpengaruh ke hal lain dan bermakna.”
Sejak tahun 2017, papar Hasto, angka perceraian meningkat signifikan. Dari jumlah pernikahan 2 juta per tahunnya, angka perceraian per tahun mendekekati 300 ribu.
“Ini saya kira mengkhawatirkan dan sebagian besar adalah permintaan istri. Hampir 75 persen perceraian di Indonesia adalah inisiatif istri. Ini bukan kesalahan istri, namun menunjukkan bahwa suami tidak bisa menjadi pemimpin atau kepala keluarga yang baik,” jelasnya.
Sedangkan faktor utama penyebab perceraian secara umum yaitu antara lain perselingkuhan, ekonomi, ketidakstabilan emosi, kurangnya rasa hormat terhadap pasangan, dan sebagainya.
Selain itu, menurut dr Hasto, isu childfree yang sedang hangat belakangan ini bisa mendorong pentingnya kesedaran edukasi kesehatan reproduksi.
“BKKBN punya Direktorat Kesehatan Reproduksi, ini ada sub-nya yaitu Infertilitas, yang diharapkan kegiatan-kegiatan kami di BKKBN bisa membantu mereka yang jadi yang tidak fertil atau yang tidak punya anak atau tidak hamil. Kita ada kegiatan untuk menjangkau mereka yang tidak hamil, tidak punya anak, dan mereka yang ingin punya anak namun sulit. Kita memberikan konseling dan pencerahan,” sebutnya.
BKKBN melihat isu viral di media sosial soal ini merupakan hal yang bisa mendorong publik agar lebih mengenal hak-hak reproduksi, baik pria dan wanita, serta untuk mengenal tanggung jawab suatu pasangan dalam satu keluarga.
“Kata tanggung jawab ini yang mungkin bagi sebagian orang agak menakutkan. Oleh karena itu, setiap pasangan calon pengantin sebaiknya melakukan perencanaan pernikahan agak memiliki visi dan misi pernikahan yang sama,” ujar dr Hasto.
Adapun perencanaan menikah dapat melalui kursus pranikah, calon pasangan bisa mengetahui konsep ideal pernikahan, mulai dari usia ideal, kesiapan finansial, fisik, mental dan emosi, sosial, moral, hubungan antarpribadi (interpersonal), keterampilan hidup (life skill), sampai dengan kesiapan intelektual.
Hal-hal itu bisa menjadi modal dalam pengambilan keputusan untuk memiliki anak atau tidak serta menjalani kehidupan berkeluarga. Akan tetapi, disebutkan, keputusan untuk memiliki anak atau tidak adalah hak dan pilihan dari masing-masing pasangan.
BKKBN sendiri telah menyiapkan beberapa tools untuk para pasangan calon keluarga, untuk menilai kesiapan mereka. Mulai dari dari kesiapan usia, fisik, mental, finansial, moral, emosi, sosial, interpersonal, keterampilan hidup, dan kesiapan intelektual. Secara praktis bisa dilihat dicoba melalui situs situs Siapnikah.org.*