Hidayatullah.com — Di tengah upaya keras terhadap warga Muslim nya dan tempat ibadah mereka, Prancis telah menutup 30 dari 89 masjid yang diperiksa sejak November 2020.
Menteri dalam negeri Prancis, Gerald Darmanin, kepada surat kabar Le Figaro (03/10/2021) mengatakan sebelum “undang-undang anti separatisme” di berlakukan, pihaknya telah menutup 650 tempat termasuk masjid karena diduga menampung “ekstremis”. Ia juga menyebut telah mengerahkan polisi untuk memerika 24.000 tempat.
Dari 89 masjid yang di periksa atas tuduhan radikalisasi, kata Darmanin, sepertiga di antaranya sudah di tutup. Selain itu, pihak berwenang saat ini sedang dalam proses menutup enam masjid lagi di Sarthe Meurthe-et-Moselle, Cote-d’Or, Rhone, dan Gard.
Lembaga Muslim juga tidak luput dari tindakan keras anti-Islam itu. Darmanin menyebut lima lembaga Muslim yang ia sebut mempromosikan “Islam politik” juga di bubarkan.
Di lansir Anadolu Agency, Prancis menargetkan total 10 lembaga Muslim akan di bubarkan, dengan empat di antaranya pada bulan ini. Sekitar 205 rekening bank milik lembaga Muslim juga sudah di sita.
Semua hal itu dapat terjadi karena undang-undang separatisme anti Islam Prancis.
“Kami menyebarkan teror di antara mereka yang ingin melakukan teror kepada kami,” ujar Darmanin. Ia menginformasikan bahwa mulai 2023 tokoh agama dari luar negeri tidak akan bisa masuk ke negara itu. Sementara bagi tokoh agama yang sudah berada di dalam Prancis, tidak akan di perbolehkan memperbarui izin tinggal mereka.
Perlu di ketahui, Prancis telah membatasi jumlah visa yang di keluarkan untuk warga negara Aljazair, Tunisia, dan Maroko. Hal ini di lakukan untuk mendorong ketiga negara menerima kembali warganya yang di deportasi oleh Prancis.*