Hidayatullah.com—Setelah dua tahun pandemi, polisi India kembali memulai upayanya mengidentifikasi dan mengekstradisi migran Bangladesh yang tidak berdokumen di Bengaluru. Penggerebekan polisi dilaporkan telah terjadi di pemukiman kumuh di Sarjapura, Anugondanahalli dan Hebbagodi, yang masuk dalam kewenangan polisi Pedesaan Bengaluru.
Seperti tindakan diskriminasi polisi sebelumnya, penggerebekan menjadi rumit oleh fakta bahwa hampir tidak mungkin untuk membedakan seorang Bangladesh dari Bengali India yang berasal dari daerah di sepanjang perbatasan internasional.
Para Migran Muslim berbahasa Bengali yang ditangkap selama penggerebekan pada pekan lalu mengungkapkan bahwa polisi menggunakan kekerasan tanpa alasan. Polisi juga merusak properti dan memisahkan tersangka berdasarkan agama, klaim yang dibantan oleh pihak kepolisian.
“Sekitar dua lusin polisi tiba-tiba menerobos masuk ke kamp kami dan menyerang kami dengan tongkat pada hari Sabtu (21 Mei). Saat itu sekitar jam 4 sore dan kami baru saja menyelesaikan pekerjaan hari kami ketika mereka datang dan mulai mengganggu kami. Mereka ingin kami berkemas dan segera pergi,” kata Tubar Seikh (34) yang tinggal di pemukiman 30 keluarga Muslim Bengali yang mengumpulkan dan memilah sampah untuk mencari nafkah.
Dalam dakwaan yang serius, dia juga mengatakan bahwa hanya ada personel polisi laki-laki selama penggerebekan di mana perempuan juga digeledah dan diminta untuk menunjukkan dokumen mereka.
Sementara itu, berita tentang diskriminasi tersebut telah menyebar dan dilaporkan menyebabkan kepanikan di antara ribuan Muslim berbahasa Bengali, yang sebagian besar mencari nafkah dari mengumpulkan dan memulung sampah.
R Khaleemulah, seorang aktivis hak asasi manusia, mengatakan bahwa dia telah menerima banyak telepon dari buruh yang panik yang ingin tahu apakah aman untuk terus tinggal di kota. Tindakan keras polisi besar terakhir adalah pada tahun 2019 dan telah menyebabkan eksodus massal para pekerja ini dari kota.
Menolak tuduhan profil agama, Inspektur Polisi (SP) Pedesaan Bengaluru Kona Vamsi Krishna bersikeras bahwa tujuannya hanya untuk mengidentifikasi migran ilegal, “Tidak sama sekali…tidak mungkin; sama sekali tidak ada pertanyaan kita menargetkan orang atas dasar agama. Kami sedang melakukan upaya identifikasi awal, hanya mengajukan pertanyaan.”
Seikh juga mengklaim bahwa polisi Anagondanahalli yang melakukan penggerebekan tidak mengalah dan memerintahkan mereka untuk meninggalkan kota bahkan setelah mereka menunjukkan kartu Aadhaar dan dokumen lain yang menetapkan identitas India mereka.
Dia mengatakan bahwa semua keluarga di pemukiman itu adalah bagian dari klan yang sama dan berasal dari wilayah Malda-Murshidabad di Benggala Barat, yang dekat dengan perbatasan Bangladesh. “Dari 100 orang di kamp kami, setengahnya terlibat dalam pengumpulan sampah dari rumah ke rumah untuk BBMP (Bruhat Bengaluru Mahanagara Palike). Kami telah melakukan pekerjaan ini di kota selama lebih dari satu dekade, kami memiliki semua dokumen, ”katanya.*