Hidayatullah.com– Perekonomian Sri Lanka yang dibebani utang “ambruk”setelah berbulan-bulan masyarakat kekurangan bahan oangan bahan bakar dan listrik.
Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan kepada parlemen bahwa negara mereka tidak sekedar mengalami ” kekurangan” tetapi juga mungkin akan terpuruk
“Perekonomian kita sudah ambruk sepenuhnya,” kata Wickremesinghe hari Rabu (22/6/2022) seperti dilansir Associated Press.
Pernyataannya itu tampaknya diarahkan kepada para pengkritik dan oposisinya guna menegaskan bahwa dia mewarisi masalah besar yang tidak dapat diselesaikan dengan cepat.
“Dia menetapkan harapan yang sangat, sangat rendah,” kata Anit Mukherjee, seorang pakar ekonomi di Center for Global Development di Washington.
Pernyataan Wickremesinghe juga mengirimkan pesan kepada para kreditur potensial. “Anda tidak bisa membiarkan negara yang memiliki kepentingan strategis ambruk begitu saja,” kata Mukherjee, menyiroti posisi Sri lanka sebagai salah satu jalur pelayaran tersibuk dunia.
Perekonomian Sri Lanka jatuh tertimpa beban utang yang berat, kehilangan pendapatan dari sektor andalan pariwisata dan dampak pandemi Covid-19 lainnya. Akibatnya negara itu bangkrut, tidak ada cukup uang untuk mengimpor BBM, susu, minyak masak dan tisu toilet.
Anggota legislatif dari dua partai utama oposisipekan ini memboikot parlemen sebagai aksi protes terhadap Wickremesinghe karena dianggap tidak dapat memenuhi janjinya untuk memulihkan ekonomi. Padahal, Wickremesinghe baru sebulan lebih beberapa hari lalu ditunjuk sebagai perdana menteri.
Dia mengatakan Sri Lanka tidak sanggup mengimpor BBM disebabkan utang menggunung yang dimiliki perusahaan minyak negara. Ceylon Petroleum Corporation berutang $700 juta, katanya kepada wakil rakyat di parlemen.
“Akibatnya tidak ada negara atau organisasi di dunia ini yang bersedia menyediakan BBM untuk kita. Mereka bahkan enggan untuk menjual BBM meski dibayar tunai.”
Sejauh ini, Sri Lanka berusaha bertahan utamanya dengan kredit $4 miliar dari negara tetangga India. Namun, Wickremesinghe mengatakan India tidak akan bisa menyokong Sri Lanka lebih lama.
Negara itu juga sudah mendapat janji pinjaman $300 juta hingga $600 juta dari World Bank untuk membeli obat-obatan dan kebutuhan pokok lain.
Sri Lanka sudah mengumumkan akan menangguhkan pembayaran utang luar negeri $7 miliar yang jatuh tempo tahun ini, sambil menunggu hasil negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Sri Lanka harus membayar cicilan utang rata-rata $5 miliar setahun sampai 2026.
Sejauh ini Sei Lanka hanya bisa berharap bantuan dari iMF.
Perwakilan penasihat finansial dan legal pemerintah dalam restrukturisasi utang dari IMF akan mengunjungi negara pulau itu, dan tim dari Departemen Keuangan Amerika Serikat akan tiba pekan depan, kata Wickremesinghe.*