Kecelakaan derek di Masjidil Haram yang terjadi pada 11 September 2015 meninggalkan duka yang mendalam bagi keluarga dan korban
Hidayatullah.com — Sore itu, tepatnya di tanggal 27 Dzulqa’dah 1436, yang panas dan lembap para tamu Allah sedang sibuk menjalankan ibadahnya di Masjidil Haram.
Sebagian besar mereka adalah para jamaah umroh dan jamaah haji yang menunggu datangnya musim haji.
Tidak lama berselang, Allah SWT menurunkan rahmatNya berupa hujan dan angin kencang yang menurunkan suhu kota suci itu hingga hampir 15 derajat.
Sesaat setelah shalat Ashar ketika teriakan “Labaik Allahuma Labaik” bergema, tiba-tiba Masjidil Haram bergetar hebat. Kemudian terdengar suara benturan seolah-olah petir menyambar.
Sebuah crane atau derek roboh akibat angin kencang dan menghantam Masjidil Haram, dan orang-orang di bawahnya. Puing-puing yang diakibatkan runtuhnya derek, menyebar di seluruh Mataaf atau pelataran Ka’bah.
Derek dilaporkan runtuh ke sisi timur masjid, dengan reruntuhan tiangnya menembus atap. Seorang saksi mata melaporkan bahwa derek runtuh dari lantai tiga di atas Masa’a atau tempat Sa’i, menghantam lantai dua Masjidil Haram.
Akibatnya, 111 jamaah syahid. Sementara, 394 jamaah terluka dengan beberapa mengalami cacat permanen. Jamaah asal Indonesia termasuk dalam mereka yang syahid, 11 jamaah dan yang terluka, 42 jamaah.
Raja Salman, penjaga Dua Masjid Suci, memerintahkan penyelidikan segera untuk menentukan penyebab kecelakaan dan juga memberi kompensasi kepada para korban.
Otoritas Pertahanan Sipil Arab Saudi mengonfirmasi bahwa sebuah derek telah roboh melalui langit-langit Masjidil Haram selama hujan dan angin kencang yang terjadi akibat badai pasir yang menerjang Makkah.
Pengadilan Arab Saudi dalam putusannya menyatakan musibah jatuhnya derek di Masjidil Haram itu sebagai “kecelakaan”.
Masjidil Haram sedang dalam proyek perluasan ketika musibah terjadi. Perluasan bertujuan agar masjid mampu menampung lebih banyak jamaah yang saat itu akan menyambut datangnya musim haji.*