Hidayatullah.com–Mantan Wakil Presiden Iraq, Nouri Al-Maliki hari Jumat 11 Desember 2015 menghasut milisi Syiah di Iraq untuk melawan Turki.
Para politisi Iraq mengambil keuntungan dari krisis yang terjadi dengan Turki untuk mendapatkan kepentingan individu, dan juga kepentingan negara-negara tetangga yang bersekutu dengan mereka, tanpa memperdulikan kepentingan warga Iraq.
Para politisi dinilai mempromosikan untuk memilih konflik dengan cara mendorong milisi untuk mengambil tindakan pada kepentingan-kepentinganTurki di Iraq.
Mantan Wakil Presiden Iraq, Nouri Al-Maliki, yang saat itu sedang mengunjungi Markas Besar Brigade Badr (Brigade Badar) –bagian dari Unit Mobilisasi Populer, unit pasukan Syiah asal Iraq bersama milisi Syiah Hizbullah Libanon yang ikut bertempur membantu Rusia di Suriah– memperingatkan atas “bahaya pasukan Turki yang memasuki Iraq dan usaha dari musuh untuk menempatkan divisi mereka di Iraq, yang termasuk pemisahan wilayah Al-Anbar dan Mosul.”
Dia menambahkan, “Turki bersikap munafik pada perlawanannya terhadap ISIS. Perlawanan itu diklaim untuk memberantas teroris di Iraq, sedangkan secara rahasia Turki memberi bantuan pada kelompok-kelompok itu dengan melengkapi mereka dengan persenjataan dan kemampuan yang mereka butuhkan,” tuduh Al-Maliki yang juga menekankan menolak kehadiran Tukrki di teritori Iraq.
“Pasukan ini adalah pasukan invasi yang harus segera meninggalkan negara Iraq, atau akan semakin banyak konfrontasi yang terjadi. Ini dikarenakan penduduk Iraq, menolak kehadiran pasukan asing di tanah mereka,” kata Al-Maliki dikutip Middle East Monitor (MEM).
Dia meminta Brigade Badr “bersiap dan waspada pada konfrontasi yang direncanakan musuh”sambil meminta warga Iraq untuk “mempertunjukkan protes pada Sabtu menolak kehadiran Turki di Iraq sebagai respon atas semua percobaan mereka mengganggu tanah dan kedaulatan Iraq.”
Menekan Sunni
Nouri al-Maliki mundur dari jabatannya dan mendukung pengganti dirinya tahun 2014 menyusul kebuntuan politik yang telah menyelimuti Bagdad.
Al-Maliki, yang telah menjabat perdana menteri delapan tahun,dan mendapat tekanan dari oposisi yang menuduhnya memonopoli kekuasaan dan menekan minoritas Sunni.
Sebelumnya, tahun 2013,dalam sebuah acara memperingati Husain bin Ali ra., Al-Maliki mengatakan, “Karbala’ seharusnya menjadi kiblat umat Islam dunia. Karena di sana ada kuburan Imam Husain.”
Al-Maliki tanpa ragu membuka negerinya diintervensi oleh Iran dalam bidang politik dan ekonomi.
Bahkan dalam kirisis di Suriah, Al-Maliki secara diam-diam mendukung diktator Bashar Al-Asad dengan mensuplai minyak dan mempermudah milisi-milisi Syiah Iraq untuk turut berperang melawan milisi mujahidin pembebasan Sunni di Suriah.*/Nashirul Har AR