Hidayatullah.com–Menlu Mesir hari ahad (10/07/2016) melakukan kunjungan langka ke Israel dan mengatakan negaranya tetap menjadi pendukung “teguh dan tidak tergoyahkan” bagi perjanjian perdamaian antara Israel dan Palestina.
Namun, Menlu Mesir Sameh Shoukry juga memperingatkan bahwa kondisi-kondisi untuk mencapai solusi dua negara itu terus mengalami kemerosotan.
Dikutip Voice of America, kunjungan Sameh Shoukry adalah kunjungan resmi pertama ke Israel sejak 2007 dan mencerminkan hubungan kuat tapi tidak dibesar-besarkan yang terjalin antara kedua negara dalam beberapa tahun terakhir. Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan kunjungan Shoukry itu untuk menghidupkan kembali proses perdamaian Israel-Palestina.
Upaya-upaya perdamaian tidak mengalami kemajuan sejak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menjabat tahun 2009. Putaran terakhir perundingan yang dipimpin Amerika ambruk dua tahun lalu setelah kedua pihak tidak sepakat atas bentuk perjanjian perdamaian di masa depan.
Palestina ingin mendirikan negara merdeka di Tepi Barat, Yerusalem timur dan Jalur Gaza – lahan yang direbut Israel tahun 1967 dalam perang Timur Tengah. Netanyahu mendukung ide pembentukan negara Palestina tapi menolak kembali ke perbatasan Israel pra tahun 1967 dan terus membangun permukiman-permukiman Yahudi di lahan-lahan pendudukan.
Berbicara dalam konferensi pers bersama Netanyahu, Shoukry mengatakan “visi penyelesaian dua negara bukannya sulit dijangkau” namun mensyaratkan “langkah-langkah untuk membangun kepercayaan”.
Inilah adalah kunjungan pertama menteri luar negeri Mesir ke Israel selama satu dekade belakangan. Bulan lalu, Sameh Shoukry menemui Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, di Tepi Barat.
Seperti diketahui, lebih dari setengah warga Palestina tidak mendukung solusi dua negara sebagai jalan keluar konflik dengan Israel. Menurut survei yang dirilis Senin (21/09/2015), mereka menolak tujuan yang digadang-gadang diplomasi internasional tersebut.
Survei dilakukan Palestinian Centre for Policy and Survey Research. Grup penelitian utama di teritorial Palestina ini menemukan 51 persen menolak solusi dua negara.
Sementara itu, milisi pejuang pembebasan Palestina Hamas juga mengatakan, solusi “mengakui dua negara’ sama halnya menerima dan mengakui pendudukan/penjajahan Israel atas Palestina.*