Hidayatullah.com—Pemuka-pemuka agama Islam, Kristen, Yahudi dan Buddha di Prancis bersama-sama menemui Presiden Francois Hollande dan menyerukan persatuan, setelah terjadi pembunuhan atas seorang pendeta Katolik Roma di Normandy oleh dua pendukung ISIS.
Saat bertemu presiden tokoh-tokoh yang mewakili umat pemeluk agama masing-masing itu menyampaikan perasaan duka mereka yang mendalam, sekaligus menyerukan persatuan melawan terorisme.
Hari Selasa (26/7/2016) dua pria bersenjata tajam menyandara sejumlah orang di sebuah gereja Katolik Roma. Salah satu pelaku, yang diidentifikasi sebagai Adel Kermiche, kemudian memaksa Jacques Hamel bersimpuh lalu menggorok leher pendeta berusia 84 tahun itu.
Kedua pelaku, yang mengklaim bagian dari ISIS, tewas di tangan petugas kepolisian saat mereka keluar dari gereja.
“[Tindakan] tersebut di luar Islam, sebuah fakta yang seluruh Muslim di Prancis menolak dengan sangat tegas. Kami menyampaikan belasungkawa yang paling dalam kepada uskup agung,” kata Dalil Boubaker, pengurus Masjid Besar Paris dalam pernyataannya usai pertemuan itu seperti dikutip Euronews Rabu (27/7/2016).
Sementara itu Uskup Agung Paris Andre Armand Vingt-Trois mengatakan hubungan harmonis antarumat beragama adalah sumber kekuatan. “Kita tidak boleh terseret permainan politik Daesh, yang ingin melihat anak-anak dari keluarga yang sama bertikai satu sama lain,” imbuhnya.
Serangan maut itu berjadi di sebuah gereja biasa di pinggiran kota Rouen. Pendeta Jacques Hamel sedang memimpin misa pagi saat peristiwa itu terjadi.
Sampai saat ini baru satu dari dua pelaku yang sudah didentifikasi. Adel Karmiche, pemuda keturunan migran berusia19 tahun, diketahui dua kali berusaha menyeberang ke Suriah lewat Turki untuk bergabung dengan ISIS, dan karena tindakan itu dia ditangkap dan diwajibkan mengenakan gelang pelacak elektronik untuk memonitor semua pergerakannya.
Menurut media Prancis Le Monde, kantor kejaksaan pernah meminta agar Kermiche tetap ditempatkan di dalam sel tahanan. Namun, permintaan jaksa itu ditolak hakim. Hakim wanita itu memerintahkan agar Kermiche dikenai tahanan rumah dan diwajibkan memakai gelang pelacak elektronik, guna memastika bahwa dia tetap berada di rumah, kecuali waktu pagi di hari-hari kerja.
Itu artinya, pada Selasa pagi pemuda keturunan migran itu sedang bebas keluar rumah dan bisa pergi menuju gereja, lalu menyandera beberapa orang dan menggorok leher pendeta Hamel.*