Hidayatullah.com–Sri Lanka mengumumkan keadaan darurat 10 hari untuk meredakan kerusuhan anti-Islam yang menewaskan setidaknya dua orang dan merusak puluhan rumah dan masjid, kutip sbs.com.au.
Pemerintah telah mengirim pasukan elit dan pasukan polisi ke Provinsi Kandy dan Distrik Taldeniya, 160 kilometer dari Kolombo untuk mengendalikan situasi tersebut setelah sebuah serangan terhadap sebuah toko milik Muslim hari Senin.
Serangan tersebut terjadi setelah kematian seorang remaja Sinhala yang diduga diserang oleh sekelompok Muslim dan polisi dilaporkan menangkap empat pria sehubungan dengan kasus tersebut.
Kerusuhan dan pembakaran toko di Distrik Kandy bermula pada Ahad (04/03/2018), setelah seorang sopir truk, yang merupakan umat Buddha Sinhala, meninggal beberapa hari usai bertengkar dengan empat warga Muslim di sana.
Bentrokan pecah pada Senin (05/03/2018), tak lama setelah pemakaman sang sopir selesai. Polisi menyebut sekelompok umat Buddha menyerang dan membakar toko-toko milik umat Muslim di distrik tersebut. Jenazah seorang warga ditemukan dalam salah satu toko yang terbakar itu.
Kerusuhan itu mengakibatkan puluhan rumah, tempat usaha, dan rumah ibadah warga Muslim Sri Lanka rusak berat.
“Dalam pertemuan kabinet khusus diputuskan keadaan darurat selama 10 hari untuk mencegah penyebaran kerusuhan komunal ke bagian lain negara ini,” kata juru bicara pemerintah, Dayasiri Jayasekara, seperti dilansir Reuters, Selasa, 6 Maret 2018.
Pemerintah telah mengirimkan pasukan dan elite polisi ke Kandy setelah sekelompok orang membakar toko milik seorang warga Muslim. Pemerintah juga memberlakukan jam malam di Kandy untuk mencegah bentrokan susulan antara mayoritas umat Buddha Sinhala dan minoritas Muslim di area itu.
Populasi Muslim yang diwawancarai ditelepon mengatakan beberapa serangan terhadap properti milik mereka terjadi setelah dimulainya jam malam yang mulai berlaku sekitar pukul 3 sore waktu setempat pada hari Ahad.
Menteri Perencanaan Kota, Rauff Hakeem mengungkapkan kekecewaannya atas serangan yang menargetkan milik kaum Muslimin.
Sebelum serangan tersebut, polisi menggunakan gas air mata dan semprotan air untuk membubarkan penduduk termasuk biksu Buddha yang berkumpul di dekat sebuah kantor polisi setempat.
Bentrokan tersebut terjadi seminggu setelah setidaknya lima orang terluka dan beberapa toko dan masjid rusak oleh perusuh di Sri Lanka timur.
Baca: Kami Hidup dalam Ketidakpastian Hanya Karena Kami Muslim
Umat Muslim hanya berpopulasi sekitar 9 persen dari total 21 juta penduduk Sri Lanka. Sementara jumlah umat Buddha mencapai 70 persen dan 13 persen lainnya merupakan umat Hindu.
Ketegangan antara masyarakat Buddha dan Muslim terus meningkat di negara Asia Selatan itu dalam beberapa tahun terakhir.
Pekan lalu kerusuhan sektarian juga terjadi di wilayah timur Sri Lanka setelah seorang juru masak beragama Islam dituduh memasukkan obat-obatan kontrasepsi ke dalam makanan yang dijual kepada warga Sinhala. Pemerintah menepis isu tersebut sebagai sebuah tuduhan tak berdasar dan memerintahkan penangkapan para perusuh.
Umat Buddha garis keras menuding Muslim di sana memaksa orang-orang memeluk agama Islam atau merusak situs arkeologi Buddha.
Sejak krisis kemanusiaan di Myanmar memburuk Agustus 2017 lalu, banyak umat Buddha Sri Lanka memprotes kedatangan pengungsi Muslim Rohingya di negaranya.*