Hidayatullah.com—Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Libya mengatakan bahwa Konferensi Nasional akan digelar di negara itu dia pekan-pekan awal tahun 2019, yang kemudian disusul beberapa bulan kemudian dengan pemilihan umum (pemilu).
Menyusul perundingan yang disokong Prancis, faksi-faksi di Libya sepakat untuk menggelar pemilu pada Desember 2018.
Utusan PBB untuk Libya Ghassan Salame berbicara di Dewan Keamanan PBB mengatakan bahwa Konferensi Nasional akan memberikan wadah bagi rakyat Libya guna mendiskusikan masa depan negara mereka. Salame juga mengatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat yang mendapatkan pengakuan internasional dengan sengaja gagal merestui legislasi penyelenggaraan pemilu, lapor BBC Jumat (9/11/2018).
Keputusan untuk menggelar konferensi dibuat menyusul pertemuan yang digelar di berbagai daerah di Libya oleh sebuah kelompok non-pemerintah yang mendapat mandat dari PBB yang dihadiri oleh lebih dari 7.000 orang. Hal itu menunjukkan ketidaksenangan banyak pihak terhadap korupsi, kekacauan ekonomi dan tidak adanya satu pemerintahan yang utuh di Libya.
Sejak Muammar Qadhafi digulingkan dan dibunuh pada 2011, Libya mengalami perpecahan. Saat ini, negara yang dulunya paling makmur di Afrika itu memiliki dua pemerintahan yang saling bersingkuran, sementara kelompok-kelompok bersenjata saling berperang satu sama lain demi memperebutkan kekuasaan di berbagai daerah di seluruh penjuru Libya.*