Hidayatullah.com-Mereka yang pernah menggunakan platform media sosial pasti pernah sekilas melihat sebuah grafik tentang genosida dalam postingan-postingan yang berhubungan dengan zona konflik dan wilayah perselisihan sosial. Grafik ini, ’10 tahap Genosida’ (beberapa versi memiliki delapan tahap), menggambarkan pembunuhan massal etnis sebagai sebuah proses yang terdiri dari tahapan yang dapat diprediksi.
Penggolongan tahapan genosida pertama kali dibuat oleh seorang professor AS, Gregory Stanton, ketika dia bekerja di Departemen Luar Negeri pada tahun 1996 selama masa genosida di Rwanda.
Pada Kamis, Stanton, yang adalah presiden organisasi Genocide Watch, mengklaim “Muslim di Kashmir dan Assam” hanya satu langkah lagi dari pemusnahan.
Stanton membuat pernyataan itu dalam penjelasan singkat di Kongres AS untuk Kashmir dan Pendaftaran Warga Negara Nasional (NRC), yang diselenggarakan oleh Dewan Muslim India Amerika, Emgage Action dan Hindu for Human Rights. Sementara Dewan Muslim India Amerika dan Emgage Action bekerja untuk hak asasi manusia Muslim, Hindu for Human Rights mengklaim sebagai organisasi advokasi berbasis di Amerika Serikat “berkomitmen terhadap cita-cita pluralisme multi-agama di Amerika Serikat, India dan seterusnya”.
Menurut sebuah siaran pers pada briefing oleh Dewan Muslim India Amerika, Stanton mengklaim, “Persiapan untuk sebuah genosida sedang berlangsung di India.” Dia menjelaskan, “Persekusi Muslim di Assam dan Kashmir adalah tahapan sebelum genosida. Tahapan selanjutnya adalah pemusnahan – itulah yang kami sebut sebagai genosida.”
Stanton menuduh Assam sedang menyaksikan “pembentukan dalih untuk pengusiran [Muslim]”. Dia berpendapat permasalahan baik di Kashmir dan Assam adalah “kasus klasik”, mengikuti pola 10 tahap genosida.
Menguraikan tahap-tahap itu, Stanton dikutip oleh Dewan Muslim India Amerika mengatakan “Tahap pertama adalah ‘klasifikasi’ kita versus mereka.
Tahap kedua, ‘simbolisasi’, menyebut korban sebagai orang asing.
Tahap ketiga, ‘diskriminasi’, menggolongkan [korban] tidak termasuk dalam kelompok yang diterima sebagai warga negara, sehingga mereka tidak memiliki hak asasi manusia atau hak warga negara dan didiskriminasi secara hukum.
Tahap keempat, ‘dehumanisasi’, adalah ketika spiral genosida mulai turun. Anda mengklasifikasikan orang lain lebih buruk dari Anda. Anda menamakan meraka teroris, atau bahkan nama-nama binatang, mulai menyebut mereka sebagai kanker dalam tubuh politik; anda membicarakan mereka seperti mereka adalah penyakit yang harus diatasi.
“Tahap kelima adalah menciptakan sebuah ‘organisasi’ untuk melakukan genosida: Peran yang dimainkan oleh Tentara India di Kashmir dan pengambil sensus di Assam. Tahap keenam adalah ‘polarisasi’, yang dicapai dengan propaganda. Tahap ketujuh adalah ‘persiapan’, dan kedelapan ‘persekusi’, di mana Assam dan Kashmir saat ini berada. Setelah tahap kesembilan ‘pemusnahan’, muncullah tahap kesepuluh ‘penyangkalan’.”
Stantot mendeklarasikan rezim Perdana Menteri Narendra Modi memiliki “semua ciri khas rezim Nazi yang baru jadi”, menambahkan “nasionalisme yang diambil secara ekstrem adalah fasisme dan Nazisme”.
Briefing itu juga melihat partisipasi oleh aktivis India Teesta Seetalvad, seorang kritikus tajam kebijakan-kebijakan Modi. Berbicara melalui konferensi video, Seetalvad menuduh NRC telah mendiskriminasi Muslim dan “digunakan untuk menumbangkan HAM di Assam”.
Seetalvad menuduh, “NRC digunakan untuk mengadu masyarakat yang berbeda bahasa satu sama lain dan, menciptakan celah di antara kasta yang berbeda… Sebuah kegilaan sedang terjadi di Bengal Barat, Meghalaya dan negara bagian lain untuk mengganggu perdaiaman dan menciptakan kerusuhan.”*