Hidayatullah.com–Setidaknya 10 warga sipil kehilangan nyawa dalam serangan bom barel yang dilakukan rezim Bashar al Assad ke penampungan pencari suaka di Quneitra.
Pasukan pro-rezim yang disokong dukungan udara Rusia, mengebom sebuah desa yang dikuasai milisi oposisi di Quneitra. Wilayah itu bersebelahan dengan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Mereka mengincar untuk merebut kembali sebidang kawasan antara provinsi Daraa dan Quneitra yang masih berada di tangan milisi oposisi.
Pemantau Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) yang berbasis di Inggris mengatakan jet-jet tempur yang diyakini milik angkatan udara Rusia melindas Desa Mashara, 11 kilometer dari Perbatasan Golan.
Tiga daerah pemukiman di jalur dari barat Daraa menuju Quneitra berhasil direbut rezim setelah konflik sengit semalam.
Sebagian besar daerah perbatasan Quneitra di Dataran Tinggi Golan, yang berada di bawah pendudukan Israel, dikontrol oleh kelompok oposisi militer.
Di sebelah selatan perbatasan, organisasi teroris Daesh masih menunjukkan keberadaannya di daerah yang disebut Tasil.
Televisi al-Mayadeen yang memiliki kaitan milisi Syiah Hizbullah melaporkan, pasukan pro-Bashar semakin maju di dataran tinggi Tel Mashara.
Sebelumnya, pejuang milisi oposisi dan anggota keluarga mulai dievakuasi ke Kota Daraa selatan dengan bus yang akan membawa mereka ke daerah yang dikuasai oposisi di Suriah utara.
Pejabat milisi oposisi, Abu Shaima, mengatakan kepada kantor berita Reuters setidaknya 500 pejuang menaiki 15 bus dan dia salah satu dari mereka yang pergi.
Baca: Rezim Bashar Rebut Wilayah di Daraa, Pejuang Oposisi Terisolasi
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Milisi oposisi meninggalkan pemukiman Daraa al-Balad yang berada di bawah kendali mereka selama bertahun-tahun sampai kesepakatan menyerah pekan lalu. Berdasarkan perjanjian tersebut, para pejuang menyerahkan senjata dan mereka yang tidak ingin hidup di bawah kekuasaan negara boleh pindah.
Salah satu pejuang milisi oposisi, Abdullah Masalmah, juga mengatakan kepada Reuters bahwa dia tidak “mempercayai Rusia atau rezim”.
“Saya tidak dapat melupakan ribuan orang yang dibunuh oleh rezim apalagi anak-anak yatim, terluka, dan para tahanan,” katanya, seperti dilansir dari Aljazeera, Senin 16 Juli 2018.*