Hidayatullah.com–Setiap hari, mayat-mayat itu dikirim ke rumah sakit. Keadaan mereka penuh luka pukulan bertubi-tubi yang tidak akan dapat dipercaya dan bekas luka menyeramkan dari beberapa bulan penyiksaan yang paling mengerikan.
Mayat-mayat itu mengering dikarenakan dehidrasi dan kelaparan, dengan tulang rusuk mencuat keluar dan anggota badan yang bentuknya seperti batang.
Sebagian besar tubuh tertutup memar berwarna ungu akibat dari pemukulan, dan banyak luka silang-menyilang dari pisau , atau luka bakar dari asam, sengatan listrik atau rokok.
Salah satu kehilangan matanya, dicungkil selama pemukulan yang murka. Satu lagi ada yang tanpa kepala. Ketiga menunjukkan tanda-tanda asam menetes sepanjang punggung korban, ruas tulang punggung terlihat melalui lubang mengerikan dalam daging. Yang lainnya penuh dengan penyakit.
Inilah korban-korban dari rumah penjagalan Suriah: Tempat penahanan dan penjara yang dijalankan oleh rezim Presiden Bashar Assad, dirancang untuk meneror rakyat Suriah yang dalam penyerahan setelah mereka berani melawan dengan aksi Revolusi Suriah.
Baca: Amnesty Internasional: 13 Ribu Warga Suriah Digantung di Penjara Sejak 2011
Di dalam tiga rumah sakit Damaskus, para dokter dipaksa untuk menutupi kebejatan dengan menandatangani sertifikat mengatakan korban meninggal akibat kondisi seperti gagal jantung atau kesulitan bernapas.
“Itu seperti sebuah adegan dari Neraka. Kami bahkan tidak punya waktu untuk memeriksa apakah mereka sudah meninggal,” kata salah satu dokter yang dikenal sebagai Nemer Hassan. “Saya telah melihat begitu banyak hal yang mengerikan,” ujarnya dikutip laman eldorar.com, Ahad (12/02/2017).
Kemudian mayat-mayat itu dibuang ke kuburan massal terdekat, terkubur dalam ribuan mayat-mayat tanpa keluarga yang dikabari, sebagai upaya untuk menyembunyikan bukti dari setiap penyelidikan kejahatan perang. Hal tersebut adalah kejahatan mengerikan yang dibuat biasa: penyiksaan dan pembunuhan skala besar, didukung oleh birokrasi keji untuk menutupi kejahatan yang paling memuakkan abad ini.
Tidak mengherankan bahwa para ahli PBB diminta untuk meninjau bukti foto lalu adegan tersebut dibandingkan dengan kengerian kamp-kamp kematian Nazi.
Baca: Horor Penjara Rezim Assad: Wawancara Sahabat Suriah dengan bekas Tawanan
Sir Desmond de Silva, yang turut menulis laporan PBB tentang kekejian Assad, mengatakan foto-foto yang ‘mengingatkan gambar orang yang keluar dari Belsen dan Auschwitz’. Belsen adalah kamp konsentrasi dan Auschwitz adalah kamp kematian pada zaman rezim NAZI, kedua tempat tersebut terkenal dengan lokasi penahanan dan penyiksaan.
Pandangannya juga disuarakan oleh antropolog forensik Profesor Sue Black, yang mengatakan bahwa meninjau bukti untuk PBB sudah seperti ‘kembali ke waktu lampau dan melihat kamp-kamp konsentrasi’.
Dia menambahkan: ‘Di masa sekarang, Anda benar-benar tidak mengharapkan untuk dapat menyaksikan hal semacam ini dengan perbandingan seperti ini.’
Dalam suatu keadaan brutal, rumah sakit itu – dirancang sebagai tempat perlindungan untuk orang sakit – yang digunakan untuk melayani kebiadaban sadis seorang diktator yang berlumuran darah, yang dilatih di Inggris sebagai dokter mata.
Baca: Yang Perlu Diketahui: Apa Perang Suriah, Rezim Bashar dan Keterlibatan Syiah? [1]
Di sinilah Nemer – untuk melindungi keluarganya ini bukan nama sebenarnya – dipaksa untuk melayani. Berbicara kepada The Mail pada hari Minggu pekan lalu di Kota Jerman di mana dia tinggal sekarang, pria ramah di usia 30-an ini memaparkan cerita tentang kekejian dan keputusasaan.
Bukti miliknya bagian dari laporan memberatkan yang dibentuk pekan lalu oleh Amnesty International, adapun diklaim hingga 13.000 orang telah tewas dalam ‘operasi militer eksekusi berencana di luar hukum dengan cara penggantungan massal’ di salah satu penjara terkejam saja.
Hal itu diakhiri oleh Bashar al Assad sebagai ‘berita palsu’ – sama seperti yang ia lakukan dengan ribuan gambar– para korban meninggal kelaparan akibat penyiksaan, gambar-gambar diselundupkan oleh seorang fotografer pasukan keamanan. Kejadian ini menyebabkan peluncuran kasus terpenting di sepanjang sejarah mengenai hak asasi manusia pekan lalu di Spanyol terhadap tokoh-tokoh senior Suriah.
Tapi pengungkapan dari orang-orang seperti Nemer – yang begitu menakutkan dan menggema dari babak terburuk sejarah Eropa baru-baru ini – mengekspos apa yang telah hilang di balik pintu tertutup dari ruang penyiksaan Basharl al Assad.
Baca: 371 Pengungsi Palestina Disiksa di Penjara Rezim Suriah
Ketika gerakan reformasi dan Revolusi Suriah dimulai pada tahun 2011, Nemer kala itu sedang mengikuti pelatihan sebagai dokter bedah di Tishreen, sebuah rumah sakit besar di Damaskus dibangun oleh Prancis dan dijalankan oleh Pelayanan Medis Militer Suriah.
“Impian setiap orang Suriah adalah untuk menjadi seorang dokter karena itu adalah pekerjaan yang dihormati, aman dan menghasilkan,” katanya. “Dan saya menyukai pemikiran dapat membantu orang.”
Tapi tak lama ia menemukan dirinya terhimpit dalam situasi moral. Suatu hari di bulan April, dua bus, satu truk dan satu ambulans berhenti. Mereka dipenuhi dengan orang-orang Suriah yang ditembak, mereka orang-orang yang menjadi bagian di dalam protes tidak bersenjata.
“Mengerikan saat melihat mereka tiba. Mereka terluka akibat peluru di kaki dan punggung mereka tetapi polisi militer menendang mereka di daerah yang terluka saat mereka meninggalkan bus.”
Dia menyaksikan salah satu preman keamanan mematikan ventilator yang menjaga orang tua untuk tetap bernafas di dalam ambulans. “Kami sangat terkejut melihat ini – mereka bahkan tidak akan memberinya kesempatan.”
Sisanya dibawa ke ruang gawat darurat bawah tanah, diborgol satu sama lain dan diletakkan bersebelahan di 200 tempat tidur di empat baris.*/Ummu Qudsy (BERSAMBUNG)