Sabtu, 10 Desember 2005
Hidayatullah.Com–Ciri khas pendidikan di Pondok Pesantren terletak pada kemandirian dalam menentukan kurikulum. Karena itu, setiap intervensi dari luar untuk menukar atau mencabut kurikulum tertentu, harus ditolak tegas. Demikian Ketua Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Sumatera Barat Ust. Drs. Ibnu Aqil D. Gani yang juga Pengasuh Ponpes Subulussalam Pariaman kepada hidayatullah.com dari Padang.
Ibnu menyatakan, tidak ada satupun Ponpes yang mengajarkan terorisme, karena itu tidak ada pembenaran untuk mencabut atau mengganti kurikulum jihad di Ponpes. ”Tudingan bahwa Pondok Pesantren menjadi ’Sarang Teroris’, dan karenanya harus diintervensi dan diawasi dengan ketat, adalah fitnah dan rekayasa Barat untuk menghancurkan Ponpes. Target Barat adalah melumpuhkan kebangkitan Islam, dan salah satu motor kebangkitan Islam itu adalah melalui pendidikan di Pondok Pesantren,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ibnu mengingatkan, terorisme tidak dapat digeneralisir dan diidentikan dengan Islam atau Pondok Pesantren.
Tapi kalau Amerika dan sekutunya juga melancarkan aksi teror ke Afghan dan Iraq bahkan Yahudi melancarkan teror terhadap bangsa Palestin, tak ada yang menyebutnya ‘teroris’.
Dimata-matai
Ibnu Aqil mengaku sudah membaca pemberitaan peringatan Wakil Presiden RI, Mohammad Yusuf Kalla bahwa Pesantren harus diawasi dengan ketat dan menuding beberapa Ponpes tertentu di Jawa yang terkait denga terorisme.
Akibatnya tudingan itu, kata Ibnu Aqil, berdampak pada 140 Ponpes di Sumatera Barat yang mulai diawasi dengan ketat oleh sejumlah orang tak dikenal.
”Mulai banyak ”sosok misterius” bergentayangan ke Pesantren atau sekedar nongkrong di kedai kopi yang berdekatan dengan Pesantren untuk mematai-matai, ”ujarnya.
Intervensi dan tekanan untuk memata-matai Ponpes, kata Ketua Forum Ponpes Sumbar, suatu hal yang sudahtidak asing lagi dan karenanya tidak perlu dirisaukan benar. Ponpes di Sumbar sejak zaman kolonial, sudah sering dimata-matai karena menjadi basis mujahid mujahid pejuang.
”Bila hari ini Ponpes kembali ditekan dan dicurigai, itu memang kerjaannya kolonialis dan antek-anteknya yang memang ingin melanjutkan penjajahan,” tegasnya.
Ihwal adanya kurikulum dan pembelajaran tentang jihad di Ponpes yang menjadi biang ketakutan Barat, Ibnu Aqil menegaskan, di Ponpes yang dipimpinnya memang diajarkan soal jihad dalam pelajaran pokok tahfidz al-Qur’an dan Mutiara Hadist. ”Memang dari 114 surah dan hadist yang yang didalami para santri setiap harinya, hampir 30 persen membahas tentang jihad dan amar makruf nahimunkar. Tentu, tidak mungkin ayat-ayat tentang jihad ditinggalkan atau dilampaui. al-Qur’an itu utuh 30 juz, tidak mungkin dipelajari dan didalami sepotong-sepotong,” tegasnya.
Jadi, jika memang ada tekanan untuk mencabut pelajaran tentang jihad di Ponpes, maka 140 Ponpes yang berhimpun dalam FSPP Sumbar akan menolaknya dengan tegas. Kita akan menjadi yang pertama menolaknya,” tegas Ibnu. (dodi/cha)