Sabtu, 9 Desesmber 2005
Hidayatullah.com–Prof. Kerry Sieh menggunakan satu jaringan kerja GSP untuk memantau gerakan tanah yang dekat dengan patahan besar yang berpecahan sehingga menghasilkan bencana alam dahsyat Desember lalu. Penelitiannya itu menunjukkan masih ada tegangan kuat yang mengikat patahan itu dan ini dapat lepas dalam waktu dekat. Kerry sedang meneliti sejumlah kepulauan di lepas pantai sebelah selatan Sumatera.
Dia yakin kota-kota Padang dan Bengkulu kemungkinan menghadapi risiko besar menghadapi bencana besar yang mengancam itu. "Sekaranglah saatnya untuk mulai mengurangi dampak suatu bencana," kata Kerry Sieh, yang diperbantukan pada bagian Observatorium Tektonik Institut Teknologi California.
"Saya tak tahu secara pasti yang bakal terjadi namun tim kami menjelaskan kepada para penduduk di pantai-pantai yang mengatakan bahwa mereka berharap bencana itu akan terjadi pada masa anak-anak mereka."
Gempa bumi yang terjadi 26 Desember tahun lalu berkekuatan 9,2 skala Richter disebabkan terjadinya suatu perpecahan lempeng di sepanjang garis di mana lempeng tektonik India/Australia dan Eurasia memutar satu sama lainnya.
Gempa bumi disusul dengan tsunami yang menghancurkan kawasan pantai di sekitar Teluk Benggal, dari Sumatra Utara sampai ke Thailand, Sri Lanka dan India. Rangkaian bencana itu disusul dengan gempa bumi berkekuatan 8,7 skala Richter pada Maret 2005 – dengan kerusakan yang terjadi lebih jauh ke selatan di sepanjang batas lempengan.
Prof. Sieh, yang berbicara di San Francisco, AS, di Pertemuan American Geophysical Union Fall, mengatakan kecemasan para pakar kini difokuskan pada berbagai kejadian yang masih berlaku, ke kawasan yang dikenal sebagai potongan Kepulauan Mentawai.
Zona ini telah mengalami gempa bumi raksasa setiap kira-kira dua abad sekali dan kini mendekati akhir dari rangkaian gempa bumi itu. Prof. Sieh mengatakan tegangan yang terus menumpuk di kawasan itu merupakan bukti dari perilaku garis pantai – sebagian ada yang menjadi tenggelam dari permukaan air.
Kenyataannya, lempeng-lempeng itu bergerak dalam bentuk ‘stick-slip,’ yang artinya tanah pada ujung lempeng yang lebih besar dari lempeng yang keberatan menolaknya sehingga terjadi pergeseran. Lempeng besar itu tertolak ke bawah sebelum secara tiba-tiba dia tergelincir kembali ke atas, sehingga menimbulkan gempa bumi besar.
Beberapa survei yang dilakukan di sepanjang Sumatra menyusul gempa bumi 26 Desember dan 28 Maret telah mengungkapkan bahwa pulau-pulau karang telah bermunculan ke permukaan laut seperti daratan."Jika anda lihat lebih jauh ke selatan, pohon-pohon bakau dan ciri-ciri pantai masih terlihat di air, mereka belum bangkit. Jadi, kita tahu penegangan masih berakumulasi, jaringan kerja GPS kami memberitahu kami itu masih berakumulasi," kata Prof. Sieh menjelaskan.
Model ombak
Prof. Sieh mengatakan catatan tentang karang dan sejarahnya menunjukkan Kepulauan Mentawai mengalami gempa bumi berkekuatan 8 plus skala Richter yang terjadi setiap 200 tahun sekali dan itu diikuti dengan tsunami besar.
"Kelihatannya gempa bumi-gempa bumi raksasa itu terjadi tunggal atau ganda; yang tunggal terjadi pada tahun 1300an dan akhir 1500an dan gempa bumi ganda terjadi akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19; dan waktu rata-ratanya terjadi antara ketiga waktu kira-kira 240 tahun.
Prof. Stephan Grilli, dari Universitas Rhode Island, memperkirakan tsunami yang bakal terjadi akibat perkembangan bumi di kawasan itu hampir sama dengan gempa 9,2 skala Richter pada 26 Desember.
"Ramalan kami untuk kota Padang dan Bengkulu lebih ke selatan akan terjadi gelombang setinggi 10 meter yang akan melanda kota-kota itu," katanya pada pertemuan AGU. Baik Padang maupun Bengkulu adalah kota-kota yang lebih besar dari Banda Aceh yang diporakporandakan tsunami 26 Desember lalu. Sama seperti Banda Aceh, Padang berada di dataran rendah.
Sebelumnya, sejumlah peneliti Amerika juga pernah memprediksi serupa beberapa kawasan pantai di Indonesia yang kemungkinan akan terjadi gelombang tsunami. Kasus seperti ini akan berdampak pada kecemasan warga, terutama di dekat daerah yang diduga rawan gelombang stunami.
Karena itu, pemerintah harus segera bertindak, setidaknya berupa penjelasan detil agar analisa seperti itu bisa menenangkan hati warga dilokasi yang bersangkutan.(bbc/ap/ant/wpd/cha)