Hidayatullah.com—Usulan itu mencuat saat diskusi Silaturahim Kebangsaan & Cinta Tanah Air yang bertempat di Aula Rektorat Universitas Tanjung Pura, Pontianak. Desakan PII agar UU No 8 tahun 1985 dicabut karena dianggap bertentangan dengan UU yang lain.
Menurut Komandan Brigade PII Jamaluddin, UU Keormasan tidak lagi sesuai, dan bertentangan dengan UU yang lain. Ini mengingat pemberlakuan UU tersebut setingkat dengan UU No 3 tahun 1985 tentang Partai Politik yang nyatanya sudah tidak berlaku lagi. Alhasil, katanya, secara substansi hukum, hal itu saling bertentangan satu sama lain.
''UU yang secara substansi memaksakan setiap Organisasi Kemasyarakatan untuk mencantumkan satu-satunya asas Pancasila sebagai landasan geraknya itu merupakan bentuk pengekangan pemerintah terhadap kebebasan berpendapat,'' ujar Jamaluddin.
Jamaluddin mengungkapkan ada kejanggalan mengenai ketidakseriusan pemerintah dalam menjamin kebebasan berpendapat.
''Ketidakseriusan dan ketidakadilan itu mengingat PII merupakan salah satu korban politik Orde Baru yang diakibatkan dari pemberlakuan UU itu, sehingga tidak ada kepedulian pihak lain untuk juga memperjuangkannya,'' ujar mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Solo ini.
Sementara itu, Luthfi T dari Departemen Dalam Negeri berpendapat bahwa UU itu tidak perlu dicabut. Namun, UU itu hanya perlu revisi. Ia juga mengatakan bahwa Depdagri telah memperjuangkan revisi UU Keormasan sejak 2004. ''Hanya saja itu bukan domain pemerintah untuk mengagendakan kapan waktunya UU itu akan segera diproses dan direvisi,'' tuturnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Ia setuju bahwa pemerintah memang perlu menjamin kebebasan berpendapat. Sebab, kebebaan itu telah dijamin oleh negara melalui UUD 1945, di mana negara menjamin kemerdekaan warga negaranya untuk berserikat dan berpendapat. [amz/cha/hidayatullah.com]