Hidayatullah.com–Wartawan senior, Amran Nasution mengatakan, biasnya pemberitaan tentang Islam selama ini disebabkan pengidolaan pers lokal terhadap media Barat.
“Bias yang diimpor dari Amerika Serikat. Wartawan-wartawan Amerika itu sudah dihinggapi praduga yang parah terhadap orang Arab, Islam, kulit berwarna, dan sebagainya,” kata Amran dalam diskusi tentang media sekaligus acara peluncuran versi baru situs Hizbut Tahrir Indonesia di Wisma Antara, Jakarta, (28/7) kemarin.
Contoh nyatanya kata Amran, adalah pemuatan foto Panglima Komando Laskar Islam (LKI), Munarman sedang mencekik seseorang di halaman muka harian Koran Tempo awal Juni lalu. Tanpa konfirmasi, Koran Tempo menulis keterangan Munarman sedang mencekik anggota Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.
Ternyata keterangan Tempo salah. Pria yang dicekik adalah anggota Laskar Islam yang dilerai Munarman agar tidak bertindak anarkistis. Kata Amran, cara-cara ini dipraktekkan oleh media AS untuk mendukung invasi Amerika ke Iraq pada tahun 2003 lalu.
“Ini jelas penyesatan. Tempo sekarang jadi pejuang,” kata mantan wartawan Majalah Tempo di era Orde Baru ini. Padahal, sambung Amran, kata “pejuang” dahulunya sering dipakai sesama wartawan Tempo sebagai ejekan terhadap wartawan yang cenderung menyerang atau membela suatu pihak.
Turut memberi tanggapan, Edi Utama dari kantor berita Antara mengatakan, ada dua kemungkinan mengapa media yang bersangkutan bertindak demikian. Pertama karena media itu ikut dalam suatu grand design. Kedua, karena ingin mengejar pasar.
Edi mengakui tindakan media yang memuat foto salah itu adalah teknik penggiringan opini. Faktanya pelanggaran kaidah jurnalistik. “Tidak kali ini saja. Media itu memang langganan digugat,” kata Edi.
Turut menjadi pembicara, Juru Bicara HTI Ismail Yusanto dan Pimpinan Redaksi Majalah Suara Hidayatullah Mahladi. Ditanya tentang masalah obyektivitas dan keberpihakan media, Mahladi tegas mengatakan medianya berpihak.
“Kami tegas berpihak kepada Islam. Apa yang menjadi musuh Islam menjadi musuh kami,” ujar Mahladi. Sebagai konskuensi, medianya sering mendapat kritikan dari luar, termasuk dari pejabat pemerintah. Bahkan diakuinya, Suara Hidayatullah bersama media Islam seperti Sabili kerap disebut sebagai media sektarian. [surya/hidayatullah.com]