Hidayatullah.com– Mengerti hal-hal mendasar dalam Islam adalah wajib. Namun demikian mengerti hal-hal yang tidak baik (merusak, menyesatkan) juga satu keperluan. Orang yang hanya mengerti kebaikan saja dengan tidak mengerti keburukan, bisa jadi akan cenderung lebih mudah tertipu dan abai terhadap ancaman serius dari pemikiran-pemikiran yang keliru.
Demikian pula halnya dalam upaya rekonstruksi peradaban Islam. Selain umat Islam wajib memahami konsep-konsep dasar dalam Islam, mereka juga dituntut untuk memahami ide-ide, pemikiran, dan tradisi rasionalitas yang dibangun atas cara pandang yang keliru.
“Saya melihat perlu sebagian dari umat Islam ini mengerti sebaik-baiknya corak pemikiran liberal, yang tidak saja bertentangan dengan Islam, tapi juga sangat bertentangan dengan akal sehat,” jelas Nirwan Syafrin, MA kepada hidayatullah.com dalam acara tasyakuran akademiknya di Ponpes Husnayain Jakarta, setelah sukses meraih gelar doktor dengan predikat sangat memuaskan dari IIU Malaysia (9/5).
Dengan disertasinya yang berjudul “A Critique of Reason in Contemporary Arab Intellectual Discourse With Special Reference to Muhammad Abid Al-Jabiri”, Dosen Filsafat Ilmu di Program Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun ini mengatakan, sekalipun pemikiran liberal itu sulit diterima akal sehat, namun dengan kemampuan retoris dan dengan gaya rasionalitas yang parsial itu, mereka cukup memukau, khususnya bagi kalangan awam.
“Apa yang disampaikan kaum liberal sebenarnya tidaklah sulit untuk diruntuhkan. Sangat mudah untuk dibantah, sebab selain parsial terkadang juga sering mengada-ada. Hanya saja selimut akademis sering menjadikan kalangan awam menjadi kebingungan,” jelasnya.
Atas dasar itulah, DR. Nirwan Syafrin, MA memilih untuk menjadikan Muhammad Abid Al Jabiri, salah seorang tokoh liberal berpengaruh di dunia, juga di Indonesia, sebagai objek kajiannya dalam disertasi doktornya. “Dengan berbagai karyanya, sekarang ini pemikiran Jabiri telah merasuki pemikiran banyak kalangan akademis muslim, tidak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu saya memilih Jabiri sebagai tokoh liberal berpengaruh untuk dikaji dalam disertasi saya,” tegasnya.
Hal itu dimaksudkan agar kritik terhadap Jabiri secara ilmiah benar-benar dapat diakui. Syafrin mengakui bahwa caranya ini terinspirasi dari metode kritik yang dilakukan Imam Ghazali terhadap pemikiran para filosof.
“Kajian saya terhadap Jabiri bukan atas dasar saya sepakat dengan ide-idenya. Justru saya ingin menunjukkan kepada umat bahwa pemikiran Jabiri itu keliru. Saya terinspirasi dengan metode Ghazali dalam mengkritik filosof. Ghazali tidak mengkritik beberapa pemikiran para filosof, sebelum dia benar-benar telah mengkaji filsafat sampai paham. Ini bisa dilihat dalam beberapa karya beliau, di antaranya Tahafut Falasifah dan Maqashidul Falasifah,” terangnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Syafrin yang juga pengasuh Ponpes Husnayain Sukabumi itu berkesimpulan bahwa kajian secara serius terhadap kekeliruan pemikiran kaum liberal juga perlu. Sebab dengan cara demikian kita tidak akan tertipu dengan pemikiran mereka, sekalipun di depan dan di belakang namanya terdapat titel akademik yang cukup tinggi.
“Sebagai seorang muslim, selain mengkaji Islam secara serius, kita juga perlu mengkaji pemikiran liberal yang menyesatkan. Dengan cara demikian maka kita tidak akan mudah menerima pendapat orang pintar walaupun dia bergelar profesor doktor. Sejauh pendapatnya tidak benar, maka harus ditolak sehingga kita semakin yakin untuk menjadikan Islam ini sebagai jalan hidup kita,” jelasnya. [imam/hidayatullah.com]