Hidayatullah.com–Dari berbagai aspek, terutama dalam aspek politk, sejak pemerintahan Orde Lama sampai era Reformasi dewasa ini, umat Islam tidak pernah menang. Alih alih menjadi tuan rumah di negeri sendiri sebagai umat mayoritas, umat Islam Indonesia bahkan seperti tidak punya rumah.
Demikian disampaikan Ketua Panitia Musyawarah Wilayah (Muswil) III Hidayatullah DKI Jakarta Agung Tranajaya.
Menurut Agung, dalam aspek politik umat Islam sejak Indonesia merdeka hingga kini tidak pernah menang secara politik.
“Di masa Orde Lama, Piagam Jakarta dihilangkan. Akibatnya ajaran Islam tidak mendapat tempat aktualisasi dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam aspek hukum,” kata Agung Tranajaya ditemui Hidayatullah.com di kantornya di Jakarta, Jumat (29/10).
Pembukaan Undang Undang 1945 secara eksplisit isinya menjamin kebebasan beragama, tapi keberadaannya sama sekali tidak mendukung aspirasi umat Islam. Sebab, jelas Agung, yang diambil justru hanya muatan hukum perdata semata yang lebih banyak mengacu kepada hukum perdata Barat atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek (B.W).
“Padahal Islam punya hukum sendiri, bagaimana mengatur tindak pidana, ekonomi, dan sebagainya,” katanya.
Pada tingkat etika semacam itu, Agung menilai negara malah menggiring agar umat Islam untuk tidak menjalankan ajaran Islam secara kaffah.
Artinya, lanjut dia, pola yang ingin ditekankan oleh aturan tersebut bahwa Islam tempatnya hanya di masjid saja, tidak boleh dibawa ke ranah umum.
Pada masa Orde Baru, umat Islam kembali ditekan dengan kewajiban azas tunggal Pancasila dan pemerintah sangat represif secara total ketika itu. Agung menilai, sejak dekade inilah umat Islam tidak punya rumah. “Islam dikerjain terus,” tuturnya.
Tidak jauh berbeda pada Orde Reformasi, umat Islam juga belum mendapat tempat. Justru di sinilah umat Islam semakin kehilangan arah politik. Hal ini diperparah dengan jumlah partai yang semakin banyak dan tidak ada partai yang benar-benar bisa dianggap menjadi rumah bagi umat Islam.
“Dulu ada Partai Umat Islam Indonesia (PUII), tapi tidak dapat kursi. Ini artinya umat Islam tidak tertarik. Umat Islam kehilangan arah politiknya dengan menjamurnya partai, sehingga tambah tidak punya rumah,” tukasnya.
Yang lebih memprihatinkan, kata Agung, partai partai Islam yang ada malah menuai kontroversi dan timbul kesan banyak friksi.
Secara umum dalam kegiatan non-partai umat Islam juga sulit menemukan bentuknya sebagai representasi rumah umat Islam. Hal itu ditandai dengan lahirnya gerakan-gerakan konfrontatif. Dalam posisi seperti ini, umat Islam masuk ke dalam ranah yang semakin buram dengan ketidakjelasan “rumah” yang mau dihuni.
Berangkat dari fenomena faktual ini, pada perhelatan Muswil III DPW Hidayatullah DKI Jakarta akan menggelar seminar Kajian Psikopolitik bertema, “Memetakan Arah Politik Umat Islam Indonesia”. Acara akan dilakukan di Gedung PPPPTK Bahasa, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan, Ahad (31/10).
Akan hadir sebagai pembicara Guru Besar Psikologi Islam UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA, dan Wakil Ketua PP Hidayatullah H. Hamim Thohari, M.Si.
Agung menjelaskan, tujuan acara ini untuk membekali umat dengan harapan wawasan politik umat Islam lebih terarah. Sehingga tidak gamang dalam menghadapi konstelasi politik yang terjadi di Indonesia.
“Dengan demikian, kita dituntut untuk bisa memetakan arah politik kita sebagi umat Islam,” tandasnya. [ain/hidayatullah.com]