Hidayatullah.com–Sidang lanjutan kasus bentrokan Ciketing yang melibatkan Ketua nonaktif Front Pembela Islam (FPI) Bekasi Raya dan 12 terdakwa lainnya kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bekasi, Senin (3/1) pagi. Sidang sempat molor selama satu jam dari rencana awal yakni mulai pukul 9.00 WIB.
Agenda sidang yang digelar di ruang sidang Tirta ini adalah mendengarkan saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam sidang yang dipimpin Hakim Wasdi Permana ini hanya 3 saksi yang hadir dari 14 saksi yang diundang. Ketiga saksi yang hadir tersebut adalah Rully Rukman, Edy Suryo, dan Galih Setiawan.
Dalam keterangannya, saksi Edy yang merupakan warga Ciketing, meringankan terdakwa Murhali. Edy mengatakan bentrok Ciketing berawal dari pengeroyokan seorang wartawan oleh massa Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
”Bentrokan berawal dari pengeroyokan seorang wartawan yang sedang melintas oleh massa HKBP, ” kata Edy dalam persidangan.
Setelah pengeroyokan wartawan itu, kata Edy, barulah terjadi adu mulut antara puluhan massa HKBP dengan 3 orang berkopiah putih. Mereka yang berkopiah putih ini menanyakan ke massa HKBP kenapa orang yang sedang melintas ditendang hingga terjerambab.
Edy juga memberikan keterangan bahwa ia sama sekali tak melihat terdakwa Murhali berada di TKP. Keterangan saksi Edy ini disambut pekikan takbir oleh massa pendukung terdakwa Murhali yang memadati ruang persidangan.
Sementara saksi Rully dan Galih memberikan keterangan secara datar. Rully adalah warga yang secara kebetulan saat kejadian melintas di TKP. ”Saat itu saya baru saja mengantar anak saya berenang di Bekasi Timur Regency,” kata Rully.
Rully tak tahu persis siapa yang dikeroyok dan siapa yang mengeroyok. Ia mengaku saat itu hanya fokus mengendarai mobil dan sesegera mungkin untuk sampai ke rumah. ”Saya takut mobil saya kena sasaran. Mobil baru saya beli satu bulan,” katanya.
Saksi Galih adalah anggota kepolisian yang saat itu bertugas untuk mengamankan kebaktian jemaat HKBP. Ia tak tahu persis tentang kronologis kejadian. Dengan bersepeda motor Galih ikut mengantar Asia Lombantoruan, korban penusukan ke RS terdekat. Ikut juga bersama Galih Pendeta Luspida Simanjuntak. Galih, Asia, dan Luspida ke RS dengan satu sepeda motor.
Munarman, SH, salah seorang kuasa hukum Murhali seusai sidang mengatakan bahwa keterangan saksi yang diajukan JPU justru meringankan Murhali.
”Dari keterangan saksi Edy jelas meringankan terdakwa. Awalnya kan memang pemukulan wartawan. Tapi entah kenapa berita pemukulan wartawan oleh HKBP itu tidak dimuat media?” kata Munarman kepada wartawan.
Itu artinya, tambah Munarman, opini menghadang peribadatan jemaat HKBP itu sama sekali tidak ada. Munarman mengharapkan agar ada pihak yang melaporkan kasus pengeroyokan wartawan oleh massa HKBP ini ke pihak kepolisian.
Sebagaimana diketahui, insiden Ciketing yang terjadi pada 12 September 2010 menyebabkan bentrok kelompok massa dengan jemaat Huria Batak Protestan Pondok Timur Indah (HKBP-PTI) di Kampung Ciketing Asem, Kecamatan Mustika Jaya Bekasi, Jawa Barat. Akibat peristiwa ini, beberapa orang dari kedua belah pihak terluka.
Seorang anggota HKBP bernama Asia Lombantoruan mengalami luka tusukan pisau. Insiden itu dipicu penolakan warga atas pendirian gereja HKBP-PTI. Mereka menilai pembangunannya melanggar surat keputusan bersama (SKB) dua menteri mengenai pendirian rumah ibadah.
Kejadian ini menyebabkan Murhali didakwa melakukan penghasutan. Tim JPU mendakwa Murhali dengan tiga pasal berlapis. Ketiga pasal itu adalah pasal 170 tentang penganiyayaan secara bersama-sama, pasal 160 tentang penghasutan, dan 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan. Murhali terancam hukuman 7 tahun penjara.
Sidang akan dilanjutakan Kamis (6/1/2011) dengan agenda mendengarkan kembali keterangan para saksi. [syaf/hidayatullah.com]