Hidayatullah.com– Pengasuh Pesantren Ribath Al Murtadla Al Islami Singosari Malang, KH Luthfi Bashori, yang juga dari Komunitas Nahdlatul Ulama Garis Lurus, meminta agar para sesepuh menata ulang Badan Otonom (Banom) NU.
Permintaan itu terkait kasus pembakaran bendera bertulisan kalimat tauhid oleh oknum anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) NU di Garut, Jawa Barat, akhir pekan kemarin.
“Kami mohon agar para ulama sesepuh NU bersedia menata ulang eksistensi Banom NU, seperti aktivitas Banser yang sering jaga gereja, karena bukan seperti itu Banser didirikan, termasuk kasus yang terbaru dan menjadi sorotan dunia Islam, ada anggota Banser telah membakar bendera tauhid,” ujarnya di Tebu Ireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (24/10/2018) dalam pernyataannya diterima hidayatullah.com semalam.
Baca: Banser: “Minta Maaf Atas Pembakaran Bendera HTI, Tidak”
KH Luthfi Bashori mengungkapkan bahwa kasus pembakaran ‘bendera tauhid’ itu memantik amarah umat Islam, bukan hanya di Indonesia, bahkan sampai negeri Syam juga.
“(Mereka) ikut mengecam aksi pembakaran tersebut,” ungkapnya, “Namun sayangnya pimpinan Ansor serta beberapa tokoh struktur NU malah mencari pembenaran atas ulahnya.”
Masyarakat awam pun, kata dia, bertanya-tanya, “Apakah tidak ada sesepuh NU yang berani mengingatkan mereka?”
Permintaan itu disampaikan dalam Halaqah Nahdliyah yang diadakan oleh dzurriyah/keturunan para pendiri NU, yang dimotori oleh KH Shalahuddin Wahid dan KH Hasib Wahhab, Tambak Beras, Jombang. Acara kemarin ini dihadiri sekitar 50 orang dari tokoh-tokoh NU, baik kultural maupun struktural.
“(Permintaan itu) hasil bincang-bincang intern, untuk dijadikan bahan diskusi oleh para tokoh NU yang hadir dalam Halaqah,” jelasnya.
Baca: ‘Komite Khittah’: NU Tak Berpihak Siapapun di Pilres 2019
KH Luthfi Bashori mengatakan, di samping permintaan itu, Komunitas itu juga menyatakan keprihatinannya, setelah mencermati, bahwa sudah banyak pengikut aliran/paham/perilaku sesat yang ternyata dilindungi oleh PBNU.
“Seperti kasus Ahok penghina Al-Maidah-51, saat ia mendapat perlawanan dari umat Islam, ternyata dibela oleh PBNU. Seperti juga keberadaan aliran sesat liberalisme yang tumbuh subur di kalangan pengurus NU karena mendapat back-up dari PBNU. Keberadaan Syiah Indonesia juga mendapat dukungan dari PBNU. Padahal, di zaman Mbah Hasyim Asy’ari, visi dan misi PBNU adalah memberantas aliran sesat, sedangkan saat ini terkesan menjadi pelindung aliran sesat,” ungkapnya.
“Kami mengharap kepada pihak PP Tebuireng, atau Gerakan NU Khitthah, untuk menerbitkan ulang secara resmi, tulisan Qonun Asasi NU (Arab dan terjemahan), serta Risalah Aswaja karya Mbah Hasyim (Arab dan terjemahan) untuk menghindari banyaknya upaya pemalsuan yang dilakukan oleh tangan-tangan liberal, yang mana mereka sengaja dan berambisi ingin membelokkan dari makna yang sesungguhnya, hingga warga NU menjadi jauh dari ajaran asli para pendiri NU,” tambahnya.
Pihaknya juga mengajak warga NU agar kembali ke Khitthah Aqidah Aswaja sesuai ajaran para ulama Salaf dan tidak tergiur dengan pemikiran-pemikiran baru yang bertentangan dengan ajaran para pendiri NU. “Di samping berupaya mengembalikan visi dan misi keorganisasian NU kepada Khitthah 1926,” imbuhnya.
KH Luthfi Bashori menyatakan, pihaknya juga merasa prihatin terhadap gerakan PKPNU (Pendidikan Kader Pergerakan NU) yang menurutnya kini dijadikan sebagai alat liberalisasi dan politisasi pemikiran tokoh/kader muda NU.
“Kami berharap hendaklah NU juga memfasilitasi dan merangkul mayoritas para alumni Timur Tengah (Makkah, Madinah, Yaman, Mesir, Maroko, dan lain-lain) yang beraqidah dan berpaham masih lurus sesuai ajaran Mbah Hasyim Asy’ari, karena Mbah Hasyim Asy’ari juga alumni Timur Tengah yang beraqidah lurus,” ujarnya.
Para alumnus dimaksud itu, jelasnya, hakikatnya adalah aset NU. Namun katanya jika tidak diwadahi oleh pengurus NU secara baik dan benar, maka mereka akan bergerak sendiri-sendiri, sekalipun mereka itu berasal dari keturunan tokoh-tokoh NU.
“Poin terakhir yang kami sampaikan bahwa sesuai dengan hasil musyawarah intern para aktivis Komunitas Garis Lurus, maka kami bersepakat pada Pilpres 2019 akan mendukung pasangan Prabowo-Sandi,” pungkasnya.
Dalam acara Halaqah Nahdliyah yang diadakan oleh dzurriyah/keturunan para pendiri NU itu, setiap peserta diberi kesempatan untuk menyampaikan pemikirannya masing, sebagai bahan diskusi.
Adapun hasil kesepakatan yang telah dipublikasikan oleh Juru Bicara, Drs H Khoirul Anam adalah: Organisasi NU kembali kepada ketentuan Khitthah 1926, Organisasi NU tidak berafiliasi kepada capres mana pun dalam Pilpres 2019, dan warga NU dipersilakan untuk memilih capres sesuai hati nurani masing-masing.*
Baca: NU Garis Lurus: “Lebih Baik Sok Lurus, daripada Sok Sesat!”