Hidayatullah.com–Dalam kesaksiannya, tersangka kasus tindak pidana terorisme, Syarif Usman, membantah bahwa dana Rp 200 juta yang diberikannya kepada Abdul Haris selaku Amir Wilayah jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Jakarta terkait dengan pembelian senjata untuk pelatihan militer di Aceh, menurutnya, dana tersebut sebagai infaq fi sabilillah yang difahaminya untuk dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar.
“Motivasi saya memberi dana itu untuk da’wah dan amar ma’ruf nahi munkar, bukan yang lainnya,” kata Syarif Usman.
Dalam persidangan kasus pelatihan militer di Aceh di PN Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya (11/11) dengan terdakwa Abdul haris ini, Syarif Usman juga membantah dakwaan jaksa yang menyebut dirinya mengetahui adanya pelatihan militer tersebut sebagaimana video rekaman pelatihan ala militer. Menurutnya, video tersebut masih sangat abstrak jika dipahami sebagai kegiatan teror.
“Saya memang diperlihatkan tayangan video tersebut, tetapi video tersebut tidak jelas untuk dipahami sebagai kegiatan pelatihan teror,” ungkap Usman sebagai saksi mahkota pada persidangan kali ini.
Dalam dakwaan JPU sebelumnya, dinyatakan bahwa Abdul Haris atau dikenal sebagai ust.Haris Amir Falah pada tahun 2009 diangkat sebagai Amir JAT untuk wilayah Jakarta. Sebagai Amir Jamaah JAT, ia mengkoordinir langsung kegiatan pencarian dan pengumpulan dana untuk program i’dad dan memerintahkan kepada amir masing-masing wilayah untuk menggalang dana.
Abdul Haris kemudian menerima Rp 150 juta dari Haryadi Usman yang memberi dana atas permintaan Ustad Abubakar Ba\’asyir.
Kemudian, Abdul Haris juga mendapat Rp 100 juta dari dr. Syarif Usman yang kemudian memberi lagi dana dengan jumlah yang sama dari Haryadi Usman dan Syarif Usman. Dana tersebut kemudian digunakan Ubaid dan kelompoknya yang berjumlah 40 orang untuk latihan militer di pegunungan Jalin, Kecamatan Janto, Aceh Besar serta untuk membeli senjata api jenis AK-47 dan M16 beserta amunisnya.
Atas tindakannya tersebut, Abdul haris diancam 5 dakwaan. Yakni pasal 11 juncto pasal 7, pasal 11 juncto pasal 9, pasal 15 juncto pasal 7, pasal 15 juncto pasal 9, serta pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah disahkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
I’dad sebagai ibadah
Dalam persidangan terpisah, menyangkut kasud Syarif Usman sebagai terdakwa, agenda sidang adalah mendengar keterangan saksi. Dua saksi yang dihadirkan dalam sidang adalah Juli, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (prt) dirumah Syarif di Rangkas bitung dan Abdul Haris sebagai saksi mahkota.
Namun tak banyak keterangan yang didapat dari kesaksian Juli. Ia hanya banyak mengungkapkan ketidak tahuannya ketika menjawab pertanyaan hakim dan Jaksa. Ia mengaku berada di lantai atas ketika ada rombongan Abubakar Ba’asyir sedang berkunjung.
“Saya di lantai atas, tidak berani ke bawah karena tamunya laki-laki semua,” ujar Juli.
Sedangkan Haris membenarkan bahwa ia dan rombongan Ustad Abu Bakar Ba’asyir berkunjung ke rumah dr. Syarif ketika itu. Kala itu, Ustad Abu memberi sebuah nasehat sedikit asyir tentang infaq fisabilillah.
“Kami memang berkunjung ke rumah terdakwa, dan Ustad Abu memberi sedikit tausyiah tentang keutamaan infaq fisabilillah dibanding infaq lainnya,” ujar Haris.
Haris juga menjelaskan bahwa Ustad Abu hanya mengungkapkan masalah i’dad bukan kata-kata jihad.
“Ustad Abu hanya berbicara idad tidak pernah mengatakan jihad dalam tausiyahnya di sana,” tegasnya.Lebih dari itu, ia menjelaskan bahwa i’dad adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim sebagai mana Allah menetapkan ibadah-ibdah lain seperti sholat.
Seperti diketahui, Syarif Usman didakwa tiga pasal dalam UU RI Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Yaitu pasal 15 juncto pasal 7, pasal 11 juncto pasal 7 dan pasal 13 huruf c UU RI No 15 tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam dakwaannya, JPU meyakini Syarif sebagai pemberi donasi sebesar Rp 100 juta pada Abdul Haris alias Haris Amir Falah yang merupakan Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT). Uang tersebut diberikan atas permintaan pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Abubakar Ba’asyir.
Terdakwa dinilai mengenal Abubakar Ba\’asyir pada saat mengikuti ceramah di Masjid Al-Azhar Jakarta Selatan, lalu timbul keinginan untuk bergabung menjadi anggota JAT. Terdakwa juga dituduh ikut mendanai pembelian senjata api dan kebutuhan pelatihan militer di Jantho Aceh Besar.
Sidang kali ini berlangsung aman dan tertib dengan pengawalan puluhan aparat berpakaian preman, dan dihadiri oleh keluarga dan kerabat terdakwa. Sidang lanjutan akan digelar hari ini dengan agenda yang sama. [bil/hidayatullah.com]